#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Sabtu, 02 Juni 2012

Sumbar Tolak RUU Desa

 
PADANG – Rancangan undang-undang (UU) pemerintahan desa mendapatkan penolakan di Sumbar. Masyarakat menolak UU desa yang berimbas pada pemerintahan nagari. Elemen yang menyatakan penolakan, praktisi perguruan tinggi, budayawan dan para walinagari. Penolakan dilakukan karena kekawatiran pemberlakuan UU tersebut dapat merusak tatanan adat. Pemerintah nagari satu paket dengan adat.


Penolakan terungkap dalam dengar pendapat antara anggota Pansus RUU Desa, Selasa (29/5) dengan tokoh masyarakat, perguruan tinggi, walinagari, DPRD kota/kabupaten, DPRD provinsi dan Gubernur Irwan Prayitno di Padang. “Kami tidak bisa menerima keberadaan RUU Desa yang ada sejak zaman Orde Baru. Penyeragaman antara desa administratif, yang bukan desa otonom dan bukan desa adat,” ucap tokoh masyarakat. Unsur perguruan tinggi, Mestika Zen mengatakan, RUU Desa yang dibahas DPR belum tentu sesuai dengan karakteristik dari masyarakat di suatu daerah.


Silahkan berlakukan otonomi daerah, tapi jangan dipreteli lagi istilah pemerintahan daerah. “Saya kecewa dengan anggota DPR asal Sumbar. Harusnya mereka menolak,” ujarnya.

Budayawan Musra Dahlizar tidak begitu mempersoalkan nama desa, ia meminta saat perubahan nama itu dilakukan kerapatan adat tidak ditambah pula.Ketua Forum Walinagari Pesisir Selatan, Kamil Indra menyebutkan undang-undang tentang desa tak perlu terlalu banyak. Tidak perlu lagi ada perubahan nama perangkat daerah terendah. Jika memang ada anggaran pembangunan desa, maka di Sumbar setarakan desa itu dengan jorong.

Anggota Pansus, Abdul Wahab Dalimunhte menyebutkan, RUU Desa dibuat bukan untuk menghabisi. RUU Desa tersebut diakuinya sebagai usulan dari Kementerian Dalam Negeri. “Perlu diketahui, RUU bukan usulan kami, tapi usulan dari eksekutif, nanti saya akan sampaikan ke Mendagri, di daerahnya yang paling ribut soal RUU Desa,” ujarnya.

Irwan Prayitno menyebutkan, Sumbar membutuhkan undang-undang yang dapat mengatur ujung tombak pemerintahan terdepan, nagari. “Keberadaan Desa dengan Nagari memang sangat perlu diatur lebih lanjut. Ini sesuatu yang tidak bisa disamakan, baik dalam hak dan kewajibannya,” ujarnya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar