Organisasi Non Pemerintah (NGO) Kyouzon No Mori Jepang bekerjasama dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) Kornita Bogor dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Sakado Jepang melaksanakan pelatihan “ KIKIGAKI ” pada tanggal 5 hingga 7 September 2012 bertempat di desa Babakan, kecamatan Dramaga, kabupaten Bogor Jawa Barat.
Kegiatan pelatihan ini diikuti oleh 34 siswa SMA Kornita, 6 orang Pelatih dan narasumber dari Jepang, 2 orang guru SMA Sakado Jepang, 10 orang guru SMA Kornita dan 4 orang guru SMA Sulawesi Tengah. Dalam pelatihan tersebut, para peserta disuguhkan teori teknis kikigaki, kunjungan lapangan dan presentase pengalaman salah seorang siswa SMA Sakado Jepang saat mengikuti kegiatan kikigaki.
Kehadiran guru dari 4 SMA berbeda di Sulawesi Tengah dalam kegiatan tersebut, difasilitasi oleh NGO i-i-network Jepang. Yakni masing-masing satu (1) orang guru dari ; SMA Negeri 1 Palu, SMA Negeri 5 Palu, SMA 1 Negeri Banawa dan SMA 1 Negeri Banawa Tengah. Kehadiran para guru SMA dari Sulawesi Tengah bertujuan untuk mengamati dan mengikuti kegiatan tersebut. “ Hal ini mencoba menjajaki kemungkinan akan dikembangkan pelatihan serupa yang tentunya disesuaikan dengan kondisi di Sulawesi Tengah”, jelas Motoko Shimagami, wakil direktur NGO i-i-network Jepang.
Dalam bahasa Jepang, Kikigaki artinya “Dengarlah dan Tulislah”. Ini merupakan sebuah metode belajar untuk menggali pemikiran dan filosofi hidup seseorang melalui wawancara yang kemudian dituliskan.
Kegiatan kikigaki telah dikembangkan di Jepang sejak 10 tahun lalu oleh NGO Kyouzon No Mori bekerjasama dengan Departemen Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, Departemen Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pemerintah Jepang. Kegiatan ini setiap tahunnya melibatkan 100 orang siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jepang. Atas pengalaman tersebut, maka NGO Kyouzon No Mori mencoba menggagas serta mengembangkan program Kikigaki di Indonesia.
Di Indonesia, kegiatan kikigaki coba diterapkan pada siswa di SMA Kornita Bogor, Jawa Barat. Kegiatan tersebut diharapkan mampu mengkonstruksikan kembali cerita yang disampaikan oleh “pembicara”, namun hanya menggunakan perkataan "pembicara". Sehingga melalui proses ini diharapkan para peserta kikigaki di SMA Kornita nantinya dapat mempelajari budaya kehidupan tradisional di negaranya sendiri serta memahami kehidupan dan pandangan nilai yang diwariskan oleh para generasi tua yang hidup di daerah pedesaan. ( Syahrun Latjupa )
Kegiatan pelatihan ini diikuti oleh 34 siswa SMA Kornita, 6 orang Pelatih dan narasumber dari Jepang, 2 orang guru SMA Sakado Jepang, 10 orang guru SMA Kornita dan 4 orang guru SMA Sulawesi Tengah. Dalam pelatihan tersebut, para peserta disuguhkan teori teknis kikigaki, kunjungan lapangan dan presentase pengalaman salah seorang siswa SMA Sakado Jepang saat mengikuti kegiatan kikigaki.
Kehadiran guru dari 4 SMA berbeda di Sulawesi Tengah dalam kegiatan tersebut, difasilitasi oleh NGO i-i-network Jepang. Yakni masing-masing satu (1) orang guru dari ; SMA Negeri 1 Palu, SMA Negeri 5 Palu, SMA 1 Negeri Banawa dan SMA 1 Negeri Banawa Tengah. Kehadiran para guru SMA dari Sulawesi Tengah bertujuan untuk mengamati dan mengikuti kegiatan tersebut. “ Hal ini mencoba menjajaki kemungkinan akan dikembangkan pelatihan serupa yang tentunya disesuaikan dengan kondisi di Sulawesi Tengah”, jelas Motoko Shimagami, wakil direktur NGO i-i-network Jepang.
Dalam bahasa Jepang, Kikigaki artinya “Dengarlah dan Tulislah”. Ini merupakan sebuah metode belajar untuk menggali pemikiran dan filosofi hidup seseorang melalui wawancara yang kemudian dituliskan.
Kegiatan kikigaki telah dikembangkan di Jepang sejak 10 tahun lalu oleh NGO Kyouzon No Mori bekerjasama dengan Departemen Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, Departemen Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pemerintah Jepang. Kegiatan ini setiap tahunnya melibatkan 100 orang siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jepang. Atas pengalaman tersebut, maka NGO Kyouzon No Mori mencoba menggagas serta mengembangkan program Kikigaki di Indonesia.
Di Indonesia, kegiatan kikigaki coba diterapkan pada siswa di SMA Kornita Bogor, Jawa Barat. Kegiatan tersebut diharapkan mampu mengkonstruksikan kembali cerita yang disampaikan oleh “pembicara”, namun hanya menggunakan perkataan "pembicara". Sehingga melalui proses ini diharapkan para peserta kikigaki di SMA Kornita nantinya dapat mempelajari budaya kehidupan tradisional di negaranya sendiri serta memahami kehidupan dan pandangan nilai yang diwariskan oleh para generasi tua yang hidup di daerah pedesaan. ( Syahrun Latjupa )
kikigaki, pembaca seperti berhadapan langsung dengan narasumber... semoga metode kikigaki dapat di pakai di sulawesi tengah
BalasHapus