
Masyarakat yang bermukim di desa Ogoalas menyebut dirinya Tope Lauje, yakni orang yang dalam kesehariannya menggunakan bahasa Lauje. Lauje bermakna kata sangkal, yang secara harafiah artinya “tidak”. Sementara orang lauje didesa ini yang bisa berbahasa Indonesia hanya sebagian kecil saja, seperti para pendeta atau pemuka agama, kaur pemerintahan, kepala – kepala dusun, guru serta mereka yang telah bekerja di luar desa Ogoalas. Bahkan beberapa orang tua yang ditemui, mengaku, belajar berbahasa Indonesia dari para misionaris yang berkebangsaan Canada.
Orang lauje didesa Ogoalas memiliki wilayah hutan pada bagian barat yang mereka sebut doate. Bagi mereka, doate merupakan salah satu sumber bahan pangan baik berasal dari tumbuhan maupun dari hewan. Selain itu doate juga tempat untuk mengambil bahan – bahan ramuan rumah serta tempat mengambil dammar ( damage ).
Keberadaan wilayah hutan di desa Ogoalas oleh pihak kecamatan tidak mengetahui secara pasti status kawasan hutan tersebut. Begitupun masyarakat di desa Ogoalas sendiri mengaku tidak pernah tahu apakah doate mereka masuk dalam kawasan hutan lindung atau tidak. Sebab hingga saat ini belum ada larangan bagi mereka untuk pergi berburu hewan, mengambil kayu untuk ramuan rumah ataupun membuka doate untuk dijadikan ladang. Tahun 1970-an hingga tahun 1980-an pernah ada pengambilan kayu hitam ( ebony ). Saat itu mereka mengambil kayu disekitar daerah aliran sungai siavu, kemudian membawanya melalui sungai. Namun tidak diketahui siapa yang melakukan-nya.
Catatan Kunjungan Lapangan, 2011 :
Syahrun Latjupa & Syafruddin. K
Tidak ada komentar:
Posting Komentar