Banawa Tengah - Donggala - Sulawesi Tengah,
Malam sudah sedari tadi menyelimuti
dusun kecil ini, ketika kami tiba di dusun kecil ini, jam telah menunjukkan
angka 1, pertanda kami sudah melewati pertengahan malam, hanya suara musik dari
MP3 dan obrolan-obrolan kecil diantara kami yang mengisi kesunyian malam saat
memasuki Desa Povelua, salah satu desa yang masuk dalam wilayah kecamatan
Banawa Tengah, pemandangan sepanjang jalan agak samar, karena memang desa ini
belum terjamah oleh program pembangunan berupa listrik masuk desa, kalaupun ada
cahaya lampu listrik yang terlihat menerangi satu-dua rumah itu adalah listrik
yang berasal dari genset, yang tidak banyak orang bisa memilikinya, ironis
memang, dengan jarak kurang dari 20 km dari ibukota kabupaten Donggala, dan
juga merupakan daerah sumber air untuk PDAM yang setiap hari memberikan stock
air untuk Kota Donggala dan desa-desa di Kecamatan Banawa Tengah, desa ini
belum diperdulikan untuk ikut menikmati apa yang dinamakan pemerataan
pembangunan.
Ada
sedikit keramaian terjadi di Duria Bali, kalau tidak mau dibilang
kekagetan, karena memang sangat jarang mobil masuk saat tengah malam di sini,
tampak beberapa penduduk berkumpul didepan rumah mereka, masih memakai kain
sarung, karena memang mereka baru bangun dari tidur lelap mereka setelah
seharian bekerja di ladang.
Duria
Bali nama Dusun
ini, Penamaan itu diambil dari fenomena yang terjadi di kampung itu, dimana ada
sebuah pohon durian yang kadang-kadang daunnya sering berubah warna, dan juga
buahnya, yang dalam bahasa Unde, nebali, artinya berubah, masuk dalam
wilayah Desa Povelua tepatnya dusun IV.
Setelah berbincang-bincang dengan Pak
Andi, yang adalah ketua RT di dusun itu kami langsung menuju ke Bantaya Dusun (bangunan
rumah panggung berkonstruksi kayu, untuk pertemuan dusun dan membahas masalah
adat dan juga untuk menerima tamu kampung) untuk beristirahat, mengumpulkan
tenaga untuk diskusi besok, memang menurut Pak Andi, mereka sudah menunggu
kedatangan kami sejak tadi, karena juga telah ada pemberitahuan sebelumnya dari
pihak desa, hanya karena sudah tengah malam mereka berkesimpulan bahwa kami
baru akan datang besok pagi, itulah sebabnya ada sedikit kekagetan ketika kami
sampai pada tengah malam.
Pagi hari, Pak Kepala Dusun sudah
datang membangunkan kami, keseharian di Duria Bali sudah berjalan sejak tadi,
meski dengan sedikit pergerakan, lebih cenderung malas untuk bangun, saya
kemudian bangun, Run, Ewin, dan Fathur masih bergelung dengan kantung tidur
mereka, setelah melakukan rutinitas pagi minus mandi pagi hanya sekedar cuci
muka dan sikat gigi di pancuran air yang disediakan untuk dusun, yang letaknya,
disamping Bantaya Dusun, saya kembali meniti tangga untuk naik ke Bantaya Dusun
dan memulai ritual minum kopi pagi, sambil berbincang-bincang dengan Kepala
Dusun dan beberapa orangtua yang sudah berkumpul di Bantaya tersebut,
kawan-kawan yang lain sudah mulai bergerak bangun, tidak lama kemudian mereka
sudah bergabung menikmati minum kopi di pagi hari, jam menunjuk pada angka 10
kegiatan diskusi dimulai, membicarakan banyak hal, termasuk soal memikirkan
solusi terhadap ironi pembangunan yang terjadi di desa Povelua, juga soal
kearifan lokal yang masih terjaga baik dan tetap dijalankan hingga sekarang,
menjelang sore kegiatan diskusi di hari pertama selesai, peserta diskusi
kembali ke rumah, melanjutkan keseharian mereka dan mempersiapkan diri untuk
kelanjutan diskusi besok, kamipun
merapihkan kembali hasil diskusi tadi dan mempersiapkan untuk diskusi
besok, malam datang lagi, seorang bapak datang membawa lampu petromax untuk
menerangi Bantaya Dusun.
Pagi datang lagi, ritual pagi mulai
lagi, diskusi mulai lagi, melanjutkan diskusi kemarin yang belum selesai,
menjelang sore diskusi selesai, kami mempersiapkan diri untuk pulang ke Palu,
setelah berpamitan dengan warga kampung, kami kemudian pulang ke Palu,
meninggalkan Duria Bali dengan kebersahajaannya, kesederhanaan mereka,
keramahan yang tetap ada, ditengah ironi ketimpangan pembangunan yang terjadi
di kampung itu, jalan-jalan kampung masih berlubang-lubang, penerangan listrik
yang belum ada, air jernih yang terus mengalir memberikan kehidupan bagi banyak
orang bukan hanya untuk mereka tapi untuk banyak orang di Kota Donggala dan
Kecamatan Banawa Tengah, da nosinggava vai nte komiu sampesuvu ri
Duria Bali...
Catatan kecil oleh Deni Prianto,
aktivis LPA Awam Green
Tidak ada komentar:
Posting Komentar