#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Jumat, 19 Oktober 2012

Berakhirnya Era Pangan Murah

Palu, awam green
GATRAnews - Dunia saat ini dihadapkan pada situasi ekonomi global yang masih diwarnai ketidakpastian. Krisis di Eropa terus yang berlanjut, hingga saat ini belum ada titik terang. Negara-negara maju umumnya mengalami stagnasi ekonomi, bahkan cenderung dihantam gejolak resesi.

Ekonomi negara-negara berkembang juga mengalami perlambatan yang cukup signifikan. Bahkan diprediksi perekonomian global tahun ini mengalami penurunan dari empat persen menjadi tiga setengah persen.

Situasi ekonomi global juga dipengarui oleh gejolak proses transformasi politik di kawasan Afrika Utara dan Timur Tengah. Ketegangan baru yang terjadi di kawasan itu, terutama di Suriah, berpotensi menyebabkan naiknya harga minyak dunia.

Sementara itu, di berbagai belahan dunia, banyak negara mengalami dampak negatif perubahan iklim. Kekeringan dan banjir sering menjadi ancaman terburuk, yang dapat mengakibatkan krisis pangan dan meningkatnya harga pangan dunia. Kenaikan harga kedelai di pasar internasional beberapa waktu lalu, misalnya, disebabkan oleh penurunan produksi yang drastis pada beberapa negara produsen utama kedelai.

Dalam situasi demikian, toh presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih memiliki kebanggaan terhadap Indonesia. “Masih segar dalam ingatan kita, 14 tahun yang lalu di tengah badai krisis yang amat berat, IMF datang memberikan pinjaman dengan persyaratan yang justru menambah sulit keadaan perekonomian kita. Kini, di saat ekonomi negeri kita terus tumbuh, IMF datang bukan untuk menawarkan pinjaman, tetapi untuk berkonsultasi dan bertukar pikiran dengan Indonesia dalam mengatasi krisis global yang terjadi saat ini,” kata SBY saat berpidato di gedung MPR beberapa waktu lalu, menjelang hari pangan sedunia pada tanggal 16/10/12012.

“Alhamdulillah, saat ini negara kita tampil sebagai sebuah negara emerging economy, dan menjadi kekuatan ekonomi ke-16 dunia. Kita menjadi negara berpendapatan menengah, dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang secara bertahap berhasil diturunkan. Kita harus yakin dan percaya, pada saatnya nanti, insya Allah kita menjadi negara yang kuat dan maju di Asia dan diperhitungkan dunia,” lanjutnya.

SBY juga mengingatkan pentingnya untuk terus memantau pergerakan dan tingginya harga minyak dunia. Tujuannya pasti, agar subsidi BBM tidak terus membengkak dan pemerintah RI dapat melakukan langkah-langkah antisipasi. "Kita harus mengambil langkah yang tidak merugikan rakyat," tegasnya.

Pemerintah, kata SBY, terus berupaya menyehatkan subsidi BBM melalui pembatasan dan penghematan, agar beban APBN dapat dikurangi secara bertahap. Dengan cara itu, alokasi subsidi BBM dapat digunakan untuk peningkatan pembangunan infrastruktur. Pemerintah juga terus mencari, mengembangkan dan memanfaatkan energi baru dan terbarukan sebagai alternatif.

"Kecuali jika ada perubahan harga minyak mentah yang dramatis, yaitu meroketnya harga minyak, kita tidak begitu saja menaikkan harga BBM. Namun kita harus sungguh mencari solusi untuk kehematan penggunaan BBM, dan sehatnya APBN," ujarnya. SBY mengklaim, pemikiran untuk secara bertahap mengurangi subsidi BBM adalah semata-mata agar Indonesia memiliki Ketahanan Energi di masa mendatang.

Selain dinamisnya harga minyak dunia, harga pangan internasional menunjukkan pergerakan yang makin sulit diperkirakan. Indikasi tersebut menjadi peringatan bahwa era pangan murah tampaknya telah berakhir. Tingginya harga pangan diproyeksikan masih akan berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Karena itulah, presiden SBY menyampaikan langkah-langkah pemerintah untuk menyediakan ketersediaan pangan yang memadai melalui optimalisasi sumber daya domestik. "Kita harus dapat mengamankan penyediaan pangan pokok, utamanya beras," ungkapnya.

Pemerintah kini menargetkan penetapan surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014. "Meskipun memerlukan kerja keras kita semua harus dapat kita wujudkan. Swa sembada pangan, harus kita perluas dan kita tingkatkan,” begitu tekad SBY.

Seperti diketahui, Senin lalu Badan Pangan PBB FAO mengumumkan terjadi penurunan orang lapar dari 925 juta ke 870 juta. Namun, FAO menegaskan bahwa kelaparan dan krisis pangan tetap gagal diatasi.

Tejo Wahyu Jatmiko, Koordinator Nasional Aliansi untuk Desa Sejahtera (ADS), hal itu terjadi karena hingga kini pangan hanya dianggap sebagai komoditas, bukan bagian dari hak asasi manusia. Kritik tersebut diungkapkan Tejo saat peringatan hari pangan Sedunia yang diperingati pada 16 Oktober lalu.

”Selama tidak ada perubahan paradima tentang pangan dan sistem pangan, kelapara akan terus terjadi karena inti masalahnya pemenuhan hak tidak dilakukan dan ketidakadilan dalam sistem pangan tidak dibenahi.” Jelas Tejo.

Sistem pangan yang diserahkan kepada pasar jelas-jelas gagal memenuhi kebutuhan mendasar manusia. Selama ini proses produksi dan distribusi tidak pernah diatur, sehingga gejolak harga dan tingginya harga pangan sangat dipengaruhi oleh perusahaan multi nasional. "Pembenahan dalam sistem konsumsipun tidak dilakukan dengan serius," ungkap Tejo.

Abdul Halim, Koordinator Pokja Perikanan, mengingatkan bahwa Indonesia perlu kebijakan pangan yang kuat dan yang berpihak pada produsen pangan kecilnya. “Kita harus tegas, tidak hanya menuruti keinginan pihak lain, yang hanya bertujuan untuk menangguk keuntungan dari perdagangan pangan dan sistem pendukungnya," ujarnya.

Menurut Achmad Surambo, ketua Pokja Sawit ADS, yang harus diwujudkan negara adalah Kedaulatan pangan. "Kita punya potensi berbagai macam sumber pangan yang hilang karena kebijakan monokultur, seperti diubahnya hutan dan lahan sawah menjadi perkebunan sawit. Ironisnya, para buruh sawit ini sering kali menderita kelaparan, karena tergantung pada pasokan pangan dari luar yang harganya fluktuatif,” kritiknya.

Dari sisi produksi pertanian, kata Achmad, kebijakan pemerintah lebih bersifat tambal sulam. Hal itu bisa dilihat dari rencana subsidi benih (2013) senilai 76,9 ribu ton (Rp 137,9 M), yang turun jauh dari realisasi pada 2012 sebesar 186 ribu ton (Rp 1,89 Trilyun). Sementara untuk pupuk menjadi 7,3,juta ton (Rp 15,9 T), dari sebelumnya Rp 675 Milyar.

Pertanyaannya, subsidi itu jatuh ke tangan siapa? Said Abdullah, Koordinator Pokja Beras, subsidi tidak langsung diberikan ke petani, tetapi dinikmati oleh pabrik atau lembaga benih. Krisis harga pangan dan ketersediaan pangan sudah mengancam keberadaan bangsa ini. Tanpa perubahan paradigma, dan keberpihakan kepada produsen pangan skala kecil, Indonesia bisa terperangkap dalam krisis pangan yang berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar