#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Senin, 29 Oktober 2012

Pencarian Aktor Intelektual, Upaya Melupakan Pelanggaran HAM Di Balaesang Tanjung



Palu, Sulawesi Tengah
Aksi penolakan warga kecamatan Balaesang Tanjung atas kegiatan eksplorasi biji emas oleh PT. Cahaya Manunggal Abadi (PT.CMA) berujung dengan tragedi berdarah pada 18 Juli 2012 di Balaesang Tanjung seakan – akan mulai dilupakan. Sebut saja korban penembakan yang bernama Sando/Masdudin hingga kini tak pernah lagi terdengar ke publik bagaimana proses penyelesaiannya. Kemudian Direktur PT.CMA yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam pemalsuan tanda tangan hingga kini belum jelas juga tindak lanjutnya.

Dalam pemberitaan media lokal menyebutkan bahwa kini kepolisian resort Donggala, fokus pada pengungkapan yang mereka sebut sebagai aktor intelektual. Paling tidak selama 3 bulan ini, sebanyak 3 orang warga ditangkap yang diharapkan untuk mengungkap aktor intelektual dibalik penolakan warga. Tidaklah berlebihan bila upaya pengungkapan aktor intelektual diduga sebagai usaha untuk mengalihkan perhatian pada subtansi masalah.


Perlu diingatkan kembali bahwa, rakyat bergerak bukanlah yang direkayasa ataupun sebuah skenario. Seperti halnya dikemukakan oleh berbagai kalangan elit politik di kabupaten Donggala maupun sejumlah orang yang dulu menolak sekarang berbalik bersatu dengan PT.CMA. Namun sebaliknya, semua tuduhan rekayasa atau skenario tersebut dapat diduga datangnya dari mereka yang selama ini meneriakan adanya rekayasa dan skenario, hal ini bukan tanpa alasan.

Mulanya penolakan atas kegiatan eksplorasi biji emas oleh PT. Cahaya Manunggal Abadi sudah berlangsung sejak tahun 2010. Ini dibuktikan dengan adanya surat resmi yang dikeluarkan oleh BPD-MALEI No : 04/BPD – ML / XI / 18 November 2010 yang ditanda tangani oleh ketua BPD Malei yang bernama Abd. Rauf.B.Lamuse dan sekretaris BPD Malei bernama M.Abduh menyampaikan kepada Bupati Donggala bahwa menolak rencana pertambangan emas yang dilaksanakan oleh PT.CMA.

Adapun alasan penolakan warga Balaesang Tanjung sebagai berikut :
1. Daerah kami adalah daerah Tanjung dimana luas hutannya sangat sedikit dan kawasan hutan tersebut satu-satunya tangkapan air yang merupakan penghidupan di desa kami.
2. Jika usaha pertambangan tersebut masuk, maka usaha masyarakat yang utamanya perkebunan dan pertanian akan mengalami kemerosotan karena terjadinya kerusakan hulu sungai dan pasti akan mempengaruhi kesuburan tanah para petani di sekitarnya.
3. Masyarakat kami yang penghidupannya dari nelayan juga akan mengalami dampak, dimana limbah pertambangan tersebut akan berdampak pada hasil tangkapan ikan yang semakin berkurang.

Kemudian pada 26 November 2010 kembali dilakukan pertemuan antara masyarakat dan perwakilan PT.CMA yang mana dalam pertemuan tersebut masyarakat Balaesang Tanjung menolak atau tidak menerima aktivitas PT.CMA. Penolakan tersebut dituangkan dalam berita acara di tanda tangani oleh ketua BDP Malei, Abd. Rauf. B. Lamuse. Pertemuan ini dihadiri oleh kepala desa Malei; Muhlis.D.Hasan, Anggota DPRD Donggala; H.Gosetra Muthaher dan yang mewakili PT.CMA yakni Buchran Muthaher.

Namun, pada tahun 2012, ketua BPD-Malei, Abd. Rauf. B. Lamuse yang gencar melakukan penolakan terhadap PT.CMA kini berbalik berpihak pada PT.CMA, melupakan semua surat resmi yang pernah ditanda tanganinya. Bahkan yang paling mengerikan berani berbohong di depan Pengadilan Negeri Donggala dengan mengatakan bahwa jumlah pro dan kontra terhadap pertambangan jumlahnya berimbang. Pada kenyataannya jumlah masyarakat yang pro PT.CMA hanya berkisar 30 jiwa dari 10.000 jiwa jumlah penduduk di Balaesang Tanjung yang menolak aktivitas eksplorasi PT.CMA.

Sejumlah dokumen dan fakta diatas maka bisa tergambarkan siapa orang – orang bermuka dua di balik kekisruan yang terjadi di kecamatan Balaesang Tanjung.  Ini potret kecil dalam politik adu domba dan persengkokolan kejahatan dalam usaha pertambangan di Sulawesi Tengah. Sehingga kasus suap yang terjadi di kabupaten Buol tidak menutup kemungkinan juga terjadi di kabupaten Donggala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar