#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Kamis, 04 Maret 2010

KONTRADIKSI DALAM SK-KPU No.61 Tahun 2009

Oleh : Hedar Laudjeng, SH


Dalam Pemilu legislatif 2009, beberapa Daerah Pemilihan (Dapil) terpecah menjadi wilayah dua kabupaten. Sekedar contoh, terpecahnya Dapil 2 dan Dapil 3 di Kabupaten Donggala-Sulawesi Tengah. Terbentuknya Kabupaten Sigi pada tahun 2008, membuat kedua Dapil tersebut terpecah menjadi dua. Di Dapil 2, Kecamatan Rio Pakava menjadi bagian dari Kabupaten Donggala dan selebihnya menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Sigi. Di Dapil 3, Kecamatan Banawa, Banawa Tengah, Banawa Selatan dan Pinembani, menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Donggala  dan selebihnya menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Sigi.


Hal ini terjadi karena setelah pemekaran sejumlah kabupaten  di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, tidak diikuti dengan penataan kembali daerah pemilihan (dapil). KPU yang berwewenang melaksanakan penataan dapil, dengan sengaja  mengabaikan perintah undang-undang. Dalam hal ini, pasal 317 Undang-undang nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD., memerintahkan KPU untuk melakukan penataan  ulang dapil di propinsi/ kabupaten induk serta propinsi/ kabupaten pemekaran. yang dibentuk setelah Pemilu tahun 2004, dalam rangka pelaksanaan Pemilu 2009. Akan tetapi, sampai selesainya pelaksanaan Pemilu legislatif 2009, bahkan sampai pada hari ini KPU tidak melakukan penataan ulang dapil di sejumlah kabupaten yang dimekarkan setelah Pemilu tahun 2004. Kelalaian KPU tersebut pada akhirnya mengakibatkan berbagai kesulitan atau bahkan kebingungan dalam menentukan alokasi kursi DPRD Kabupaten, terutama bagi yang berkaitan dengan Dapil yang terpecah menjadi wilayah dua kabupaten.        

Pada tanggal 20 Nopember 2009, KPU mengeluarkan SK.No. 61/2009  tentang Pedoman Teknis Penetapan Jumlah dan Tata Cara Pengisian Keanggotaan DPRD Propinsi atau DPRD Kabupaten/ Kota Induk dan  DPRD Propinsi atau DPRD Kabupaten/ Kota Yang Dibentuk Setelah Pemilu tahun 2009. Ibarat pertandingan sepakbola, ”peraturan darurat” ini dibuat oleh panitia pertandingan setelah pertandingan selesai. Tentu saja para pihak yang bertanding akan berusaha keras mempengaruhi panitia agar peraturan yang dibuat menguntungkan  pihaknya, demikian pula panitia. Karena itu dapat dipahami bila peraturan yang dihasilkan lebih dimaksudkan untuk menyelamatkan  kepentingan pihak tertentu daripada   menuruti asas-asas  pertandingan sepakbola.

Dalam pasal 30 ayat (2) SK-KPU tersebut dinyatakan, bahwa penataan jumlah kursi Anggota DPRD kabupaten/kota induk dan alokasi kursi setiap daerah pemilihan tidak dilakukan pemecahan daerah pemilihan. Ketentuan ini jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 317 Undang-undang nomor 10 tahun 2008. Karena penataan Dapil yang diperintahkan dalam pasal 317 undang-undang tersebut mencakup pemecahan Dapil.

Lebih lanjut, dalam pasal 33 ayat (1) Peraturan KPU nomor 61 tahun 2009, antara lain ditentukan bahwa :

  1. Kecamatan yang semula tergabung dalam satu daerah pemilihan di kabupaten/kota induk, dan seluruh kecamatan pada daerah pemilihan tersebut masih menjadi bagian wilayah kabupaten/kota induk, maka kecamatan pada daerah pemilihan kabupaten/kota induk tersebut, tetap ditetapkan sebagai satu daerah pemilihan.
  2. Kecamatan yang semula tergabung dalam satu daerah pemilihan di kabupaten/kota induk, dan sebagian kecamatan pada daerah pemilihan tersebut menjadi bagian wilayah kabupaten/kota pemekaran, maka kecamatan yang masih menjadi bagian wilayah kabupaten induk tetap ditetapkan sebagai satu daerah pemilihan.
  3. Kecamatan yang semula tergabung dalam satu daerah pemilihan di kabupaten/kota induk, dan hanya terdapat satu kecamatan pada daerah pemilihan tersebut yang masih menjadi bagian wilayah kabupaten induk, maka kecamatan tersebut tetap ditetapkan sebagai satu daerah pemilihan.


Ketentuan dalam huruf (b) dan (c) tersebut mengisyaratkan bahwa sebuah kecamatan dapat ditetapkan menjadi sebuah Dapil tanpa mempertimbangkan jumlah alokasi kursi untuk kecamatan itu.   Oleh sebab itu, ketentuan tersebut bertentangan dengan pasal 29 ayat (2) Undang-undang nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR,  DPD dan DPRD. Karena, dalam pasal 29 ayat (2) undang-undang tersebut ditentukan, bahwa alokasi kursi pada daerah pemilihan (dapil) anggota DPRD Kabupaten / Kota, paling sedikit tiga kursi dan paling banyak duabelas kursi. Bisa jadi penerapan ketentuan dalam SK-KPU  tersebut akan menghasilkan sebuah Dapil yang hanya diisi dengan satu atau dua kursi saja.

Lahirnya SK-KPU  nomor 61 tahun 2009 tentu dimaksudkan untuk mengatasi masalah. Namun, kontradiksi yang terdapat dalam SK-KPU tersebut, bisa jadi justru mengundang masalah baru yang tidak kalah besar. Oleh karena itu, KPU Daerah harus bersikap ekstra hati-hati dalam menerapkan SK-KPU tersebut. Tidak ada salahnya bila KPU Daerah  mengenyampingkan ketentuan-ketentuan dalam SK-KPU tersebut yang bertentangan dengan Undang-undang nomor 10 tahun 2008   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar