#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Selasa, 12 Juni 2012

Krisis sampah momok penduduk Bumi

Awam Green

(ANTARA News/AFP) - Penghuni kota besar di dunia dengan cepat memproduksi makin banyak sampah dalam "krisis yang membayangi" dan akan menimbulkan beban sangat besar bagi lingkungan hidup dan sektor keuangan, demikian peringatan Bank Dunia.

Para ahli perkotaan mengatakan tumpukan sampah yang kian bertambah dari warga kota besar sama menakutkannya dengan pemanasan global dan biayanya akan sangat tinggi di negara miskin, terutama di Afrika.

Di dalam laporan mengenai "masalah yang relatif tenang dan bertambah setiap hari" dan dikeluarkan Rabu (6/6), Bank Dunia memperkirakan penghuni kota besar akan menghasilkan 2,2 miliar ton timbunan sampah per tahun hingga 2025, naik 70 persen dari jumlahnya hari ini, yaitu 1,3 miliar ton.

Sementara itu, biaya penanganan limbah padat diproyeksikan membengkak jadi 375 miliar dolar AS per tahun, dari biayanya saat ini dengan jumlah 205 miliar dolar.

Bank Dunia, yang menyebut laporan berjudul "What a Waste: A Global Review of Solid Waste Management" sebagai perhatian menyeluruh pertama di dunia mengenai sampah, memperingatkan data itu menunjuk kepada krisis di depan, sementara standar hidup naik dan penduduk kota bertambah.

"Tantangan seputar sampah padat kota akan jadi sangat luar besar, dalam skala, jika tidak lebih besar dari, tantangan yang saat ini kita hadapi dari tantangan iklim," kata Dan Hoornweg, ahli senior mengenai kota di lembaga pemberi pinjaman pembangunan itu dan penulis bersama laporan tersebut.

"Laporan ini mesti dipandang sebagai seruan peringatan raksasa bagi pembuat kebijakan di mana saja," kata Hoornweg sebagaimana dikutip AFP --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Kamis siang.

China, yang mengalahkan Amerika Serikat sebagai pembuang sampah terbanyak di dunia pada 2004, menghasilkan 70 persen sampah di wilayah Asia Timur-Pasifik.

China, beberapa bagian lain Asia Timur, dan beberapa bagian Eropa Timur serta Timur Tengah memiliki produksi sampah padat kota yang bertambah dengan cepat.

Para ahli ekonomi di Bank Dunia menyerukan penanganan dan daur-ulang sampah dengan lebih baik guna memerangi buangan gas rumah kaca, dan mengatakan konsep lama mengenai "membuang sampah" tidak lagi berhasil.

"Dalam penanganan sampah padat, tak ada kata `buang`," kata para penulis laporan itu.

"Ketika `membuang` sampah, kerumitan sistem dan sifat terpadu semua bahan serta polusi dengan cepat terlihat," kata mereka.

Para penulis laporan tersebut menyarankan rencana penanganan sampah yang meliputi masukan dari semua pemegang saham di satu kota, termasuk kelompok raga dan orang miskin serta yang tak beruntung.

Laporan itu juga merujuk kepada daur-ulang dan tindakan lain guna mengurangi buangan gas rumah kaca yang berasal dari praktek penanganan sampah padat secara efisien.

"Meningkatkan penanganan sampah padat, terutama di kota besar yang berkembang dengan cepat di negara berpenghasilan rendah, menjadi masalah yang makin mendesak," kata Rachel Kyet, Wakil Presiden Pembangunan Berkelanjutan di Bank Dunia.

(C003)
Editor: Ella Syafputri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar