#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Senin, 23 Juli 2012

Kinerja Polda Sulteng Dipertanyakan, 10 Kasus Besar Menggantung

Selain menuntaskan kasus penembakan lima warga Kecamatan Balaesang Tanjung, Polda Sulteng masih memiliki banyak pekerjaan rumah (PR). Setidaknya, ada 10 kasus yang menggantung alias belum diselesaikan institusi baju cokelat ini.

Redaksi Mercusuar mencatat sejumlah kasus besar maupun kasus yang memalukan di institusi yang dipimpin Brigjen Pol Dewa Parsana ini. Beberapa kasus tersebut, antara lain penyidikan korupsi dana Pemilukada di KPU Donggala dengan tersangka mantan Ketua KPU Donggala Rifai Amrullah; penyidikan korupsi dana Jamkesda Morowali; penyidikan kasus pemalsuan transkrip nilai dengan tersangka Ketua DPRD Kabupaten Touna, Samsurijal Labatjo; penangkapan sianida ilegal di kediaman Staf Ahli Kapolda Tahir Danreng; kekalahan memalukan Polda Sulteng pada praperadilan melawan pemilik sianida ilegal, Edi Aman Bachrul; ratusan Mobil Dinas (mobnas) tanpa BPKB dan 13 ribu STNK tanpa pengesahan Polri; penembakan lima warga Kecamatan Balaesang Tanjung; korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Palu tahun 2006 dan 2008 dengan tersangka mantan Kepala Dikjar Palu, Djikra Gorontina; korupsi perjalanan dinas fiktif di Badan Ketahanan Pangan (BKP) Sulteng tahun 2007 dengan tiga tersangka yakni Idris Mokoginta, Amir Adil dan Hj Sapria dan dugaan pembuatan surat dan keterangan palsu dalam kepemilikan tanah di Jalan WR Supratman dengan tersangka mantan Wakil Gubernur Ruli Lamadjido dan mantan Camat Palu Barat Ajenkris.
Selain belum menyelesaikan sejumlah kasus ini, Redaksi Mercusuar juga mencatat bahwa Polda Sulteng sejak tahun 2009 ‘tidak berani’ menahan sejumlah pejabat atau publik figur yang terkait kasus korupsi atau kasus pidana umum. Sejumlah pejabat itu antaralain, Ketua DPRD Tolitoli Aziz Bestari (tersangka dugaan pemalsuan surat pengganti ijazah), Anand Umar Adnan (tersangka dugaan pemberian keterangan palsu pada akta-akta hibah), almarhum Ketua DPRD Touna Masri Latinapa dan anggota DPRD Touna Afnan Rahmat (tersangka dugaan kepemilikan tanah di areal hutan produksi terbatas), Ruli Lamadjido dan Ajenkris (tersangka dugaan pembuatan surat dan keterangan palsu dalam kepemilikan tanah di Jalan WR Supratman), DB Lubis dan Anggota DPRD Sulteng Irwanto Lubis (tersangka dugaan penipuan dalam lelang besi tua milik Pemprov Sulteng); Ketua Harian Bankamdes Sulteng yang juga Staf Ahli Kapolda Tahir Danreng (kepemilikan sianida ilegal), Ketua DPRD Touna Samsurijal Labatjo (tersangka dugaan pemalsuan transkrip nilai Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta); tersangka dugaan korupsi dana Jamkesda Morowali (saat ini Polda Sulteng telah menetapkan dua tersangka, namun nama-namanya belum dipublikasi).

Yang lebih anyar lagi, hingga saat ini, Polda Sulteng belum berhasil menangkap tersangka dugaan korupsi pemilukada Donggala, yakni mantan Ketua KPU Donggala Rifai Amrullah. Padahal, Rifai Amrullah telah ditetapkan sebagai DPO.

Ada yang menarik dari sejumlah kasus ini, yakni dugaan ratusan mobil dinas (Mobnas) yang tidak memiliki Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) dan 13 ribu STNK tanpa pengesahan Polri.
Menurut Anggota Komisi II DPRD Sulteng, Zainal Daud, kasus ini merupakan tindak pidana umum.

Sayangnya, Polda Sulteng juga belum mengambil inisiatif untuk menyelidikinya. Padahal, data-data Mobnas yang tidak memiliki BPKB atau ribuan STNK yang tidak mendapat pengesahan Polri ada di Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Sulteng. Dengan begitu, semestinya Polda Sulteng akan dengan mudah memperoleh data untuk penyelidikan.

“Tanpa surat resmi atau diduga bodong yang dirugikan daerah, karena jelas kendaraan tersebut tidak dikenakan pajak. Anehnya selama ini bisa dipakai pejabat dan tentu saja ada STNK-nya. Ini menurut saya aneh dan perlu ditelusuri lebih jauh,” kata Zainal Daud, Kamis (19/7).

Jika benar ratusan Mobnas tersebut tanpa surat-surat resmi lanjut Zainal, diduga ada permainan pada awal pengadaan antara panitia dan rekanan.

“Saat mobil diserahterimakan dari rekanan ke panitia pengadaan atau bendahara barang, surat-suratnya harus lengkap. Disitu juga ada fakturnya dan dibuatkan berita acara penyerahan. Jika surat tidak lengkap, kenapa bisa diterima? Jika ini benar, dugaan saya ada permainan panitia dengan rekanan, karena Mobnas diadakan dengan cara cash, bukan kredit,” ujarnya.

Menurut Zainal, untuk melacak dugaan Mobnas bodong sangat mudah. Pihak kepolisian bisa menahan mobil dan menelusurinya dalam pengembangan penyidikan.

“Mudah saja, tahan saja Mobnas itu dan lakukan penyidikan. Kendaraan tanpa surat-surat resmi kan bisa dikategorikan pelanggaran hukum, tindak pidana. Masalahnya sederhana, tinggal sekarang kita tunggu bagaimana respon aparat hukum atas dugaan Mobnas bodong ini,” tekan politisi PKB itu.

Kasus baru teranyar lainnya adalah kekalahan memalukan Polda Sulteng di praperadilan terkait penangkapan sianida ilegal. Dalam praperadilan itu, Polda Sulteng dikalahkan pemilik sianida ilegal, karena dinilai penangkapan sianida ilegal itu tidak memenuhi segala administrasinya.

Tentu saja hal ini sangat aneh. Karena persyaratan administrasi penangkapan merupakan kerja rutin kepolisian.

“Kekalahan Polda Sulteng pada praperadilan kasus penangkapan barang ilegal sangat langka terjadi di Indonesia. Jika kekalahan itu disebabkan karena proses administrasi penangkapan yang tidak lengkap, kenapa hal itu bisa terjadi. Padahal, persyaratan administrasi penangkapan merupakan kerja rutin penyidik. Ini sebuah ironi. Makanya Kasat yang memimpin penangkapan harus diperiksa, karena bisa saja ada unsur kesengajaan disini,” tegas Direktur Walhi Sulteng Ahmad Pelor menyikapi kemenangan pemilik sianida ilegal dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Palu, Rabu (18/7).

Dia mengaku ada hal janggal karena pada sidang praperadilan kasus kekerasan, Polda Sulteng selalu berupaya untuk memenangkannya. Bahkan dalam kenyataannya, sidang praperadilan Polda Sulteng atas tindak kekerasan selalu menang. Namun yang terjadi saat ini berbeda. Karena, Polda Sulteng kalah telak setelah menangkap peredaran barang ilegal.

“Kami menilai Polda Sulteng tidak sungguh-sungguh dalam menangkap sianida ilegal ini, karena mereka tidak mengindahkan persyaratan administratifnya,” terangnya.

Pekerjaan Rumah Kapolda Brigjen Pol Dewa Parsana terkait kasus korupsi juga masih ada di tahun 2006, 2007 dan 2008. Sudah enam tahun kasus tersebut belum tuntas. Padahal, Polda Sulteng telah menetapkan sejumlah tersangka korupsi yakni mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Palu Djikra Gorontina serta tiga pejabat Badan Ketahanan Pangan; mantan Kepala Bidang Kewaspadaan Pangan dan Gizi Idris Mokoginta, PPTK Amir Adil dan Bendahara Hj Sapria.

Diskusi-diskusi kecil yang dilakukan wartawan bersama sejumlah pihak baik dari kalangan pers, birokrasi maupun dari kalangan kepolisian sendiri memunculkan banyak tanggapan. Ada yang menyebut bahwa Kapolda Sulteng Brigjen Pol Dewa Parsana terlalu memikirkan program Bankamdesnya, sehingga kasus-kasus lain tidak terprogram dengan baik.

Pada 1 Juli lalu, institusi Polri merayakan hari ulangtahunnya. Tentu saja, perayaan Hari Ulang Tahun itu harus dijadikan momentum untuk mengevaluasi kerja-kerja kepolisian selama satu tahun belakangan atau tahun-tahun sebelumnya. Jika tidak, hari ulang tahun Bhayangkara hanya menjadi seremonial belaka. GUS/AGK 

www.harianmercusuar.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar