#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Jumat, 13 Juli 2012

Petani Sedunia Serukan Pembaruan Agraria

awam green, palu-sulawesi tengah,
Jelang Pertemuan Petani Internasional
Pemba­ruan agraria merupakan solusi untuk mewujudkan kedaula­tan pangan. Reforma agraria juga dinilai akan meningkat­kan pro­duksi pangan dan kese­jah­­te­raan petani. Demikian sebagian re­komendasi yang dihasilkan Lokakarya Agraria Internasional yang digelar lebih 100 petani dari 40 negara di Bukittinggi Selasa-Jumat (10-13 Juli).

Ketua Umum Serikat Peta­ni Indonesia (SPI) Henry Sara­gih yang juga Koordinator Umum Gerakan Petani Inter­na­sio­nal (La Via Campesina) menga­takan, pembaruan agra­ria perlu dilakukan untuk menata kem­bali struktur ke­tim­pa­ngan pe­nguasaan agraria tersebut. ”Pen­distribusian tanah pada petani, khusus peruntukkannya bagi pemba­ngunan pertanian pa­ngan, merupakan syarat uta­ma da­lam pembangunan kedaula­tan pa­ngan dengan basis kea­dilan rakyat,” ujarnya.

Menurutnya, lahan perta­ni­an milik petani di seluruh dunia terus berkurang dari tahun ke tahun, termasuk di Indonesia. ”Penguasaan tanah di tingkat rumah tangga petani di Indonesia rata- rata hanya 0,3 hektare. Ini sangat berpe­nga­ruh terhadap kurangnya produksi pangan dan tingkat kesejahteraan petani,” kata pimpinan 200 juta petani dari 170 negara tersebut.

Ketua Bidang Kajian Stra­tegis Nasional SPI Achmad Yakub menambahkan, pemba­ru­an agraria untuk merupakan solusi bagi krisis ekonomi yang terjadi di Eropa dan Amerika serta krisis harga dan pangan yang terus berlangsung di dunia internasional. ”Melalui deklarasi kedaulatan pangan, kita tidak hanya ingin me­wujud­kan ke­daulatan pangan, tapi ingin membangun pera­da­ban dunia yang baru,” ujarnya.

Para pemimpin dunia ter­masuk pemerintah Indonesia diimbau tidak lagi mengikuti jejak pembangunan di Eropa dan Amerika. ”Petani meng­ingin­kan pembangunan yang menjunjung nilai kemanusian, lingkungan hidup serta me­miliki solidaritas.”

Dunia internasional, saat ini dihancurkan dengan sistem eko­nomi yang saling mema­ti­kan. “Ekspor CPO dari peru­saha­an Indonesia telah me­matikan petani kelapa di India. Seba­liknya, impor produk pertanian dari Thailand juga mematikan petani Indonesia,” kata Yakub.

Dalam lokakarya selama tiga hari di Bukittinggi, para petani dari seluruh dunia sali­ng bertu­kar pengalaman ten­tang proses pembaruan agra­ria, cara meraih keberhasilan bahkan kesalahan-ke­salahan, agar tak mengu­langi­nya lagi di masa depan.

”Banyak dari kaum muda yang ingin bekerja di pertanian yang tak punya akses terhadap lahan harus pergi ke kota. Pe­rem­puan di pedesaan yang pu­nya hak atas tanah harus pergi ke luar negeri untuk menjadi buruh migran,” ujar Yen-Ling Tsai dari Taiwan Rural Front.

Sementara, di Indonesia, kaum muda dan perempuan ini seringkali harus melawan pe­rusahaan raksasa dalam mem­pertahankan lahan dan wilayah mereka. Dalam sepu­luh perusa­haan teratas yang berinvestasi untuk peram­pa­san tanah, tiga di antaranya mengambil lokasi di Indonesia: Indah Kiat Pulp & Paper (2,3 juta ha), Tata Power (2 juta ha), dan Sinar Mas Grup (1,6 juta ha).

Sementara banyak perusa­ha­an lain berlomba-lomba men­cap­lok lahan di negeri ini. Kere­sa­­han mengenai pe­ram­pa­san la­han, sulitnya investasi di pede­sa­an, serta memperta­han­kan hak atas tanah dan wilayah pe­ta­ni dan masyarakat adat juga sampai ke masya­ra­kat inter­nasional.

Setidaknya, saat ini ada dua ini­­siatif di level tersebut, yang per­tama adalah Panduan Suka­rel­a mengenai Pengatu­ran Hak Gu­­na Lahan, Perika­nan dan Ke­hu­tanan di Orga­nisasi Pangan dan Perta­nian Dunia (FAO), ser­ta penga­kuan hak asasi petani di Perserik­atan Bangsa-Bangsa (PBB).

Dikonfirmasi mengenai hal ini, Paolo Groppo dari Divisi Pembangunan Pedesaan FAO yang juga hadir dalam acara ini menyatakan, “Inisiatif dari ba­wah sangat penting, dan FAO terus memfasilitasi hal tersebut seperti yang dilakukan pada kasus Panduan Sukarela me­nge­nai Pengaturan Hak Guna La­han, Perikanan dan Kehutanan.”

Setelah menggelar loka­karya, para petani akan mengi­kuti Seminar Reforma Agraria Abad 21 yang digelar di Balai Sidang Bung Hatta, Bukittinggi pada Sabtu (14/7) dan ditutup pada Minggu (15/7) dengan perayaan peringatan hari lahir SPI ke-14 di Jorong Sibaladuang, Nagari Sungai Kamuyang, Keca­matan Luhak, Kabupaten Lima­puluh Kota. Utusan Khusus Pre­siden Bidang Penanggulangan Kemiskinan HS Dillon, Guber­nur Irwan Prayitno dan Bupati Limapuluh Kota Alis Marajo dijadwalkan menghadiri acara tersebut. (rul)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar