Pernyataan Bupati Donggala, Habir Ponulele di aula Kantor Bupati Donggala beberapa hari lalu, merupakan sebuah pernyataan yang tidak sensitif konflik dan berpotensi memperpanjang konflik di Balaesang Tanjung. Hal ini sangat mengherankan, jika pemerintahan di kabupaten Donggala seakan tak peduli dan melupakan bahwa akibat dari rencana aktivitas pertambangan tersebut telah menewaskan dan melukai beberapa orang warga di Balaesang Tanjung. Bahkan sebagian lainnya lari mengungsi kebeberapa tempat, karena dikejar-kejar aparat kepolisian.
Keinginan kuat Bupati Donggala, Habir Ponulele agar PT.Cahaya Manunggal Abadi (CMA) tetap melaksanakan aktivitasnya di kecamatan Balaesang Tanjung, semakin memperjelas bahwa lemahnya proses monitoring pemerintah kabupaten Donggala terhadap aktivitas PT.CMA di kecamatan Balaesang Tanjung. Selain itu pernyataan demikian adalah bentuk penistaan terhadap keberadaan masyarakat adat Balaesang sebagai sebuah entitas. Olehnya patut diduga telah terjadi praktek suap dalam proses memuluskan langkah PT.CMA untuk tetap melanjutkan ekplorasi.
Penolakan warga terhadap PT.CMA telah berlangsung lama, sejak tahun 2010. Rekomendasi warga Balaesang Tanjung dalam berbagai kegiatan seminar AMDAL tidak pernah dipenuhi atau ditanggapi serius oleh pemerintah daerah dan PT.CMA. Adapun isi rekomendasi masyarakat yang dimaksud antara lain; mengundang semua tokoh masyarakat dari 8 desa di Balaesang Tanjung dalam setiap kegiatan seminar, melakukan seminar di semua desa di kecamatan Balaesang Tanjung.
Namun semua permintaan masyarakat tidak dilaksanakan. Puncak kemarahan warga terjadi pada tanggal 28 Juni 2012 ketika seminar AMDAL di lakukan di kantor BLH Donggala. Pada saat itu, pihak BLH Donggala hanya mengundang orang-orang yang pro dengan PT CMA, sedangkan pihak yang kontra terhadap perusahaan tidak diberi tahu meskipun jumlah mereka lebih dominan ketimbang yang pro CMA.
Seharusnya Bupati Donggala sudah dapat menilai besarnya potensi konflik dari jumlah warga yang menolak dan menerima. Fakta dilapangan menjelaskan bahwa jumlah warga yang pendukung rencana tambang biji emas di kecamatan Balaesang Tanjung tidak melebihi 50 jiwa jumlahnya, dari total jumlah penduduk kecamatan Balaesang Tanjung 10.424 Jiwa. Olehnya, tidak ada alasan Bupati Donggala melanjutkan aktivitas PT.CMA di Balaesang Tanjung, urai Ewin Laudjeng koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kemanusiaan dan Anti Kekerasan.
Padahal pengusutan masalah penembakan warga belum tuntas di selesaikan, Pemerintah Daerah telah mengeluarkan statement bahwa PT.CMA masih bisa melanjutkan eksplorasinya.
Selain itu, laporan warga ke kantor kepolisian daerah sulawesi tengah tentang adanya tanda tangan palsu yang dilakukan oleh PT.CMA hingga saat ini prosesnya seakan dibungkam dari permukaan. Padahal laporan tersebut telah lama dilakukan oleh warga, jauh sebelum tragedi 18 Juli 2012 yang menewaskan Sando alias Masdudin.
Keinginan kuat Bupati Donggala, Habir Ponulele agar PT.Cahaya Manunggal Abadi (CMA) tetap melaksanakan aktivitasnya di kecamatan Balaesang Tanjung, semakin memperjelas bahwa lemahnya proses monitoring pemerintah kabupaten Donggala terhadap aktivitas PT.CMA di kecamatan Balaesang Tanjung. Selain itu pernyataan demikian adalah bentuk penistaan terhadap keberadaan masyarakat adat Balaesang sebagai sebuah entitas. Olehnya patut diduga telah terjadi praktek suap dalam proses memuluskan langkah PT.CMA untuk tetap melanjutkan ekplorasi.
Penolakan warga terhadap PT.CMA telah berlangsung lama, sejak tahun 2010. Rekomendasi warga Balaesang Tanjung dalam berbagai kegiatan seminar AMDAL tidak pernah dipenuhi atau ditanggapi serius oleh pemerintah daerah dan PT.CMA. Adapun isi rekomendasi masyarakat yang dimaksud antara lain; mengundang semua tokoh masyarakat dari 8 desa di Balaesang Tanjung dalam setiap kegiatan seminar, melakukan seminar di semua desa di kecamatan Balaesang Tanjung.
Namun semua permintaan masyarakat tidak dilaksanakan. Puncak kemarahan warga terjadi pada tanggal 28 Juni 2012 ketika seminar AMDAL di lakukan di kantor BLH Donggala. Pada saat itu, pihak BLH Donggala hanya mengundang orang-orang yang pro dengan PT CMA, sedangkan pihak yang kontra terhadap perusahaan tidak diberi tahu meskipun jumlah mereka lebih dominan ketimbang yang pro CMA.
Seharusnya Bupati Donggala sudah dapat menilai besarnya potensi konflik dari jumlah warga yang menolak dan menerima. Fakta dilapangan menjelaskan bahwa jumlah warga yang pendukung rencana tambang biji emas di kecamatan Balaesang Tanjung tidak melebihi 50 jiwa jumlahnya, dari total jumlah penduduk kecamatan Balaesang Tanjung 10.424 Jiwa. Olehnya, tidak ada alasan Bupati Donggala melanjutkan aktivitas PT.CMA di Balaesang Tanjung, urai Ewin Laudjeng koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kemanusiaan dan Anti Kekerasan.
Padahal pengusutan masalah penembakan warga belum tuntas di selesaikan, Pemerintah Daerah telah mengeluarkan statement bahwa PT.CMA masih bisa melanjutkan eksplorasinya.
Selain itu, laporan warga ke kantor kepolisian daerah sulawesi tengah tentang adanya tanda tangan palsu yang dilakukan oleh PT.CMA hingga saat ini prosesnya seakan dibungkam dari permukaan. Padahal laporan tersebut telah lama dilakukan oleh warga, jauh sebelum tragedi 18 Juli 2012 yang menewaskan Sando alias Masdudin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar