Penurunan tingkat kesejahteraan petani yang dipengaruhi oleh rendahnya serapan anggaran di tiga SKPD terkait, membuktikan bahwa perencanaan program di instansi tersebut amburadul.
Berdasarkan data BPS Sulteng, kesejahteraan petani tanaman pangan, perkebunan dan peternakan sejak Januari hingga Juni terus menurun. Disatu sisi, serapan anggaran Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan dan Dinas Peternakan juga sangat rendah.
Akademisi Universitas Tadulako, Profesor Zainuddin Basri mengatakan, semestinya, program-program peningkatan kesejahteraan petani merata. Karena tidak direncanakan secara matang, akhirnya petani menjadi korban.
“Kalau alasan dinas bahwa rendahnya serapan anggaran karena proses tender lamban, berarti perencanaannya tidak bagus. Padahal semestinya tidak begitu,” kata Pembantu Rektor (PR) IV Untad itu.
Dia menambahkan, yang kerap terjadi di Sulteng adalah serapan rendah pada triwulan I dan II. Lalu, sambungnya, pada triwulan akhir, semua anggaran sudah terserap. Hal ini, kata Udin-sapaannya, juga harus diwaspadai, karena kemungkinan terjadinya penyalahgunaan anggaran cukup besar.
“Biasanya begitu. Memang kita lihat laporan pertanggungjawabannya di akhir tahun bagus. Tapi realisasi di lapangan tidak demikian. Ini banyak terjadi dan harus diwaspadai,” terangnya.
Selain masalah serapan anggaran yang rendah, kata dia, pemerintah juga harus melihat faktor-faktor lain yang menyebabkan penurunan kesejahteraan petani itu. Salah satunya adalah ketika petani dikekang tengkulak.
Udin mencontohkan, pengekangan tengkulak cukup besar terjadi pada petani kakao. Banyak petani kakao saat ini, kata dia, hanya menjual buah bukan biji kakao. Hal itu dilakukan karena petani tidak mau kehilangan waktu dan penambahan biaya untuk menggaji karyawan dalam membelah atau menjemur kakao.
“Kondisinya sekarang seperti ini. Padahal, jika yang dijual adalah biji, harganya pasti mahal,” tuturnya.
Olehnya, dia meminta agar pemerintah harus lebih memberi dukungannya agar kesejahteraan petani meningkat.
Sebelumnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulteng, NTP Tanaman Pangan pada Januari 2012 tercatat sebesar 83,45 persen. Kemudian pada Februari 2012, NTP Tanaman Pangan menurun 0,31 persen menjadi 83,14 persen. Pada bulan Maret, NTP Tanaman Pangan sedikit meningkat 0,12 persen menjadi 83,26 persen. Pada bulan April, kembali mengalami penurunan sebesar 0,11 persen menjadi 83,15 persen. Pada Mei, NTP Tanaman Pangan naik sedikit menjadi 83,51 persen lalu turun lagi pada Juni 2012 menjadi 83,44 persen. Jika dilihat dari angka-angka ini, sejak Januari hingga Juni 2012, petani Tanaman Pangan belum masuk pada kategori sejahtera, karena nilainya masih dibawah angka 100 persen.
Subsektor Perkebunan lebih parah. Pada Bulan Januari, petani kebun di Sulteng masuk pada kategori sejahtera, namun terjerumus pada jurang kemiskinan sejak Maret hingga Juni 2012.
Pada Januari, BPS mencatat NTP subsektor Perkebunan sebesar 101,69 persen. Karena melebihi angka 100, maka petani dikategorikan sejahtera, karena lebih besar pendapatan ketimbang biaya yang harus dikeluarkannya.
Namun pada Februari, NTP Perkebunan menyusut menjadi 100,10 persen. Dari nilai ini diketahui bahwa petani kebun masih sejahtera, namun nyaris miskin. Pada Maret 2012, petani kebun telah terjerumus ke jurang kemiskinan. BPS Sulteng mencatat NTP sebesar 99,94. Lalu pada April turun lagi menjadi 98,87 persen. Pada Bulan Mei, NTP Perkebunan naik sedikit menjadi 99,70 persen. Meski naik, namun petani tetap belum sejahtera. Kemudian pada Juni, NTP Perkebunan turun menjadi 99,64 persen.
Hal yang sama terjadi pada NTP Peternakan. Sejak Januari hingga Juni, peternak Sulteng juga berada pada jurang kemiskinan. BPS mencatat, NTP peternakan pada Januari sebesar 98,63 persen, lalu terus turun menjadi 98,23 (Februari), 98,10 (Maret), 97,84 (April), 97,54 (Mei) dan 97,21 (Juni).
Apa penyebab penurunan NTP itu? Berdasarkan hasil evaluasi serapan anggaran yang dilakukan oleh Bappeda Sulteng, ternyata serapan anggaran ketiga SKPD subsektor ini sangat rendah. Dinas Pertanian Sulteng yang mengurus NTP Tanaman Pangan hingga triwulan II, hanya tercatat merealisasikan pekerjaan fisik sebesar 20,53 persen dan non fisik 14,85 persen. Pada tahun 2012 ini, Dinas Pertanian Sulteng diberi porsi anggaran sebanyak Rp 31,3 miliar.
Dinas Perkebunan Sulteng pun demikian. Dari anggaran sebesar Rp 39,4 miliar, dinas tersebut hanya merealisasikan pekerjaan fisik sebesar 26,59 persen dan non fisik sebesar 18,11 persen.
Untuk Dinas Peternakan lebih parah. Pada triwulan II, dinas ini dicatat oleh Bappeda Sulteng sebagai dinas yang paling rendah serapan anggarannya. Dari anggaran sebesar Rp 20,8 miliar, dinas itu hanya mampu merealiasikan pekerjaan fisik sebesar 13,15 persen dan non fisik sebesar 12,90 persen. GUS
www.harianmercusuar.com
Berdasarkan data BPS Sulteng, kesejahteraan petani tanaman pangan, perkebunan dan peternakan sejak Januari hingga Juni terus menurun. Disatu sisi, serapan anggaran Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan dan Dinas Peternakan juga sangat rendah.
Akademisi Universitas Tadulako, Profesor Zainuddin Basri mengatakan, semestinya, program-program peningkatan kesejahteraan petani merata. Karena tidak direncanakan secara matang, akhirnya petani menjadi korban.
“Kalau alasan dinas bahwa rendahnya serapan anggaran karena proses tender lamban, berarti perencanaannya tidak bagus. Padahal semestinya tidak begitu,” kata Pembantu Rektor (PR) IV Untad itu.
Dia menambahkan, yang kerap terjadi di Sulteng adalah serapan rendah pada triwulan I dan II. Lalu, sambungnya, pada triwulan akhir, semua anggaran sudah terserap. Hal ini, kata Udin-sapaannya, juga harus diwaspadai, karena kemungkinan terjadinya penyalahgunaan anggaran cukup besar.
“Biasanya begitu. Memang kita lihat laporan pertanggungjawabannya di akhir tahun bagus. Tapi realisasi di lapangan tidak demikian. Ini banyak terjadi dan harus diwaspadai,” terangnya.
Selain masalah serapan anggaran yang rendah, kata dia, pemerintah juga harus melihat faktor-faktor lain yang menyebabkan penurunan kesejahteraan petani itu. Salah satunya adalah ketika petani dikekang tengkulak.
Udin mencontohkan, pengekangan tengkulak cukup besar terjadi pada petani kakao. Banyak petani kakao saat ini, kata dia, hanya menjual buah bukan biji kakao. Hal itu dilakukan karena petani tidak mau kehilangan waktu dan penambahan biaya untuk menggaji karyawan dalam membelah atau menjemur kakao.
“Kondisinya sekarang seperti ini. Padahal, jika yang dijual adalah biji, harganya pasti mahal,” tuturnya.
Olehnya, dia meminta agar pemerintah harus lebih memberi dukungannya agar kesejahteraan petani meningkat.
Sebelumnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulteng, NTP Tanaman Pangan pada Januari 2012 tercatat sebesar 83,45 persen. Kemudian pada Februari 2012, NTP Tanaman Pangan menurun 0,31 persen menjadi 83,14 persen. Pada bulan Maret, NTP Tanaman Pangan sedikit meningkat 0,12 persen menjadi 83,26 persen. Pada bulan April, kembali mengalami penurunan sebesar 0,11 persen menjadi 83,15 persen. Pada Mei, NTP Tanaman Pangan naik sedikit menjadi 83,51 persen lalu turun lagi pada Juni 2012 menjadi 83,44 persen. Jika dilihat dari angka-angka ini, sejak Januari hingga Juni 2012, petani Tanaman Pangan belum masuk pada kategori sejahtera, karena nilainya masih dibawah angka 100 persen.
Subsektor Perkebunan lebih parah. Pada Bulan Januari, petani kebun di Sulteng masuk pada kategori sejahtera, namun terjerumus pada jurang kemiskinan sejak Maret hingga Juni 2012.
Pada Januari, BPS mencatat NTP subsektor Perkebunan sebesar 101,69 persen. Karena melebihi angka 100, maka petani dikategorikan sejahtera, karena lebih besar pendapatan ketimbang biaya yang harus dikeluarkannya.
Namun pada Februari, NTP Perkebunan menyusut menjadi 100,10 persen. Dari nilai ini diketahui bahwa petani kebun masih sejahtera, namun nyaris miskin. Pada Maret 2012, petani kebun telah terjerumus ke jurang kemiskinan. BPS Sulteng mencatat NTP sebesar 99,94. Lalu pada April turun lagi menjadi 98,87 persen. Pada Bulan Mei, NTP Perkebunan naik sedikit menjadi 99,70 persen. Meski naik, namun petani tetap belum sejahtera. Kemudian pada Juni, NTP Perkebunan turun menjadi 99,64 persen.
Hal yang sama terjadi pada NTP Peternakan. Sejak Januari hingga Juni, peternak Sulteng juga berada pada jurang kemiskinan. BPS mencatat, NTP peternakan pada Januari sebesar 98,63 persen, lalu terus turun menjadi 98,23 (Februari), 98,10 (Maret), 97,84 (April), 97,54 (Mei) dan 97,21 (Juni).
Apa penyebab penurunan NTP itu? Berdasarkan hasil evaluasi serapan anggaran yang dilakukan oleh Bappeda Sulteng, ternyata serapan anggaran ketiga SKPD subsektor ini sangat rendah. Dinas Pertanian Sulteng yang mengurus NTP Tanaman Pangan hingga triwulan II, hanya tercatat merealisasikan pekerjaan fisik sebesar 20,53 persen dan non fisik 14,85 persen. Pada tahun 2012 ini, Dinas Pertanian Sulteng diberi porsi anggaran sebanyak Rp 31,3 miliar.
Dinas Perkebunan Sulteng pun demikian. Dari anggaran sebesar Rp 39,4 miliar, dinas tersebut hanya merealisasikan pekerjaan fisik sebesar 26,59 persen dan non fisik sebesar 18,11 persen.
Untuk Dinas Peternakan lebih parah. Pada triwulan II, dinas ini dicatat oleh Bappeda Sulteng sebagai dinas yang paling rendah serapan anggarannya. Dari anggaran sebesar Rp 20,8 miliar, dinas itu hanya mampu merealiasikan pekerjaan fisik sebesar 13,15 persen dan non fisik sebesar 12,90 persen. GUS
www.harianmercusuar.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar