Ketua Forum Masyarakat Kawasan Hutan ( FMKH ) Sulawesi Tengah, Andreas Lagimpu menegaskan bahwa penyelesaian masalah yang terjadi di kecamatan Balaesang Tanjung masih sebatas permukaan saja, belum pada akar masalah yang sesungguhnya. Karena apa yang terjadi disana merupakan upaya masyarakat dalam memperjuangkan ruang hidup, ruang penghidupan mereka.
Saya, ungkapnya, sangat prihatin dan menyesalkan tindakan aparat kepolisian sebagai pengayom masyarakat, dan terkesan terlalu berlebihan dalam melakukan tindakan pengamanan. Walaupun hingga saat ini pihak kepolisian terus berdalih dan bersikukuh telah melaksanakan tugas sesuai protap, tetapi bukankah kita harus mengedepankan prinsip-prinsip kemanusiaan dalam melakukan tugas apapun.
Kemudian pula, sebelum masalah ini menimbulkan korban jiwa, pihak pemerintah daerah seakan tidak memiliki kepekaan dan sensitifitas bahkan bisa dikatakan telah melakukan pembiaraan. Hal ini merupakan salah satu indikator pelanggaran HAM. Bukan saja adanya penghilangan nyawa kemudian disebut pelanggaran HAM, tetapi ketika hak – hak masyarakat di rampas dan di abaikan itu juga merupakan pelanggaran HAM.
Sepengetahuan saya, perdebatan dan berbagai ketegangan antara masyarakat dengan pihak perusahaan telah terjadi setahun sebelum peristiwa 17 Juli 2012 tersebut. Sehingga menjadi aneh rasanya jika dalam rentang waktu yang begitu panjang tidak ada satupun keputusan atau kebijakan yang dikeluarkan sebagai langkah mengantisipasi hal tersebut. Bahkan yang paling mendasar dan prinsip dalam konteks berdemokrasi, adalah di abaikan-nya proses-proses diskusi, konsultasi dan sosialisasi yang terbuka sesuai keinginan masyarakat itu sendiri.
Saya kira, masalah yang terjadi di Balaesang Tanjung saat ini, juga terjadi dimana - mana. Ini semua berakar dari persoalan tata kuasa, tata kelola atas sumber daya agraria/alam yang selalu saja mengabaikan bahkan kecenderungan-nya selalu memisahkan masyarakat atas ruang dan sumber penghidupan-nya.
Saya, ungkapnya, sangat prihatin dan menyesalkan tindakan aparat kepolisian sebagai pengayom masyarakat, dan terkesan terlalu berlebihan dalam melakukan tindakan pengamanan. Walaupun hingga saat ini pihak kepolisian terus berdalih dan bersikukuh telah melaksanakan tugas sesuai protap, tetapi bukankah kita harus mengedepankan prinsip-prinsip kemanusiaan dalam melakukan tugas apapun.
Kemudian pula, sebelum masalah ini menimbulkan korban jiwa, pihak pemerintah daerah seakan tidak memiliki kepekaan dan sensitifitas bahkan bisa dikatakan telah melakukan pembiaraan. Hal ini merupakan salah satu indikator pelanggaran HAM. Bukan saja adanya penghilangan nyawa kemudian disebut pelanggaran HAM, tetapi ketika hak – hak masyarakat di rampas dan di abaikan itu juga merupakan pelanggaran HAM.
Sepengetahuan saya, perdebatan dan berbagai ketegangan antara masyarakat dengan pihak perusahaan telah terjadi setahun sebelum peristiwa 17 Juli 2012 tersebut. Sehingga menjadi aneh rasanya jika dalam rentang waktu yang begitu panjang tidak ada satupun keputusan atau kebijakan yang dikeluarkan sebagai langkah mengantisipasi hal tersebut. Bahkan yang paling mendasar dan prinsip dalam konteks berdemokrasi, adalah di abaikan-nya proses-proses diskusi, konsultasi dan sosialisasi yang terbuka sesuai keinginan masyarakat itu sendiri.
Saya kira, masalah yang terjadi di Balaesang Tanjung saat ini, juga terjadi dimana - mana. Ini semua berakar dari persoalan tata kuasa, tata kelola atas sumber daya agraria/alam yang selalu saja mengabaikan bahkan kecenderungan-nya selalu memisahkan masyarakat atas ruang dan sumber penghidupan-nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar