#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Rabu, 11 Juli 2012

Mempertahankan Kebudayaan Daerah

AG-Palu Sulawesi Tengah
Oleh : Muhammad Gunari

Kecemasan kita terhadap punahnya kebudayaan daerah membentuk sebuah ilustrasi miris: pada suatu saat kebudayaan daerah itu tinggal makam keramat yang dipuja. Di satu sisi kita telah mengagung-agungkan kesenian tradisional sebagai asset kebudayaan daerah. Di lain kenyataan, eksistensi kehidupan kebudayaan daerah sudah layu. Nyaris mati atau tidak terpakai lagi dalam kehidupan masyarakat kita. Kenyataan pahit itu makin didukung pengaruh globalisasi dan sikap generasi muda kita yang makin rapuh saja menerima arus kebudayaan asing. Desa dengan homogenitas penduduknya ternyata tak bisa kita pungkiri, desalah sebenarnya pusat kebudayaan daerah itu. Dan memang akar kebudayaan daerah—baca: tradisonal—lahir dan tumbuh dari desa. Masyarakat desa yang monokultur merupakan apresiator kebudayaan yang teguh dan loyal dalam mempertahankan tradisi leluhurnya.

Lihat saja betapa upacara-upacara tradisional semacam ruwatan dari Jawa, reba dari Riau, pesta Gendang Guro Aron (Karo) dan sebagainya merupakan tradisi masyarakat desa yang masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Belum lagi upacara-upacara adat perkawinan dan kesenian tradisional, hidup dan berkembang di alam pedesaan kita.

Dayak Meratus Gelar Ritual "Aruh"

AG Palu Sulawesi Tengah,

Masyarakat adat Dayak Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, menggelar rangkaian ritual "Aruh" dalam bentuk upacara adat sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen.

Seorang tokoh masyarakat adat Dayak Alai, Sub Etnis Dayak Meratus Balai Panyatnyan Agung Mula Adat di Datar Ajab, Desa Hinas Kanan, Kecamatan Hantakan, sekitar 35 kilometer Barabai, Ibu Kota Kabupaten Hulu Sungai Tengah Mido Basmi di Barabai, Rabu, mengatakan, rangkaian ritual "Aruh yang terdiri atas beberapa tahapan.