#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Senin, 20 Agustus 2012

Bentrok Sigi Dipicu Soal Sepele

Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Brigjen Pol Dewa Parsana mengatakan, bentrok di Sigi dipicu oleh masalah sepele.

Saat itu, seorang warga asal Desa Binangga sedang berkunjung ke kerabatnya. Saat melintas di Desa Beka, tiba-tiba pemuda itu dihadang oleh sekelompok orang.

“Korban penghadangan akhirnya cerita sana-sini sehingga memicu warga,” kata Dewa. Pelaku penghadangan itu diduga mabuk minuman keras dan bicara kasar.

Kapolda Terkendala Bahasa Saat Redam Bentrok di Sigi

Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Polisi Dewa Parsana mengalami kesulitan bahasa, saat menenangkan massa yang terlibat bentrok di Kabupaten Sigi, Sulteng, Senin (20/8).

Saat menghalau massa di Desa Binangga, imbauan Dewa Parsana tak digubris warga setempat. Bahkan, sejumlah warga terlihat semakin beringas sehingga sejumlah anggota polisi meminta Dewa Parsana meninggalkan lokasi bentrok.

Warga sejumlah desa yang terlibat bentrok adalah warga Suku Kaili yang tinggal di lembah di Palu. Bahkan sebagian di antara mereka tidak mengerti Bahasa Indonesia. Dewa Parsana pun tidak mengetahui bahasa Kaili yang digunakan masyarakat setempat.