Sumber berita : http://mediaalkhairaat.com/index.php?option=com_content&task=view&id=6378&Itemid=2
Jumat, 12 Maret 2010
AMPANA – Pemerintah Kabupaten Tojo Una-Una dalam waktu dekat akan membentuk tim khusus untuk mendata kawassan hutan yang telah dikelola atau dikuasai masyarakat sebagai lahan perkebunan.
”Dalam waktu dekat ini tim tersebut akan dibentuk, guna menginventarisasi lokasi-lokasi kebun milik masyarakat, yang berada di kawasan hutan,” kata staf ahli Bupati bidang ekonomi, Abdul Waji Tahero saat berlangsungya Rapat Koordinasi Tim Daerah Pemilihan (Dapil) II DPRD Tojo Una dengan sejumlah SKPD terkait, Rabu (10/3) di ruang sidang utama DPRD setempat.
Usulan pembentukan tim khusus itu mencuat dipermukaan, menyahuti adanya keresahan masyarakat di sejumlah desa, yakni Desa Balanggala dan Desa Sabo Kecamatan Ampana Tete, yang telah membuka lahan perkebunan. Belakangan diketahui, lahan perkebunan mereka dinilai bermasalah karena berada di areal kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Selain itu, juga adanya sejumlah warga masyarakat yang telah dimintai keterangan oleh pihak Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah (Sulteng) terkait dengan keberadaan pembukaan lahan perkebunan tersebut, di lokasi yang merupakan HPT itu.
Sebelumnya, dalam rapat koordinasi Tim Dapil II yang dipimpin Ketua DPRD Tojo Una-Una, Masri Dj Latinapa mengungkapkan, keresahan masyarakat tersebut disebabkan dalam tiga bulan terakhir ini, tim Polda Sulteng mendatangi kawasan perkebunan di dua lokasi tersebut, kemudian mengambil foto dan memintai keterangan sejumlah masyarakat, terkait dibukanya lahan perkebunan tersebut.
Sebelumnya, dalam rapat koordinasi Tim Dapil II yang dipimpin Ketua DPRD Tojo Una-Una, Masri Dj Latinapa mengungkapkan, keresahan masyarakat tersebut disebabkan dalam tiga bulan terakhir ini, tim Polda Sulteng mendatangi kawasan perkebunan di dua lokasi tersebut, kemudian mengambil foto dan memintai keterangan sejumlah masyarakat, terkait dibukanya lahan perkebunan tersebut.
Pertemuan tersebut kata Masri, guna mencari solusi dan mengetahui soal status lokasi perkebunan masyarakat, yang didalamnya juga ada lokasi kebun milik anggota DPRD, dan sejumlah pejabat di daerah tersebut, apakah masuk dalam kawasan hutan atau tidak.
”Status lokasi itu harus kita ketahui keberadaannya, sehingga masyarakat mengetahuinya,” ujarnya.
”Status lokasi itu harus kita ketahui keberadaannya, sehingga masyarakat mengetahuinya,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Tojo Una-Una, H.Hasmuni dalam kesempatan itu mengatakan, lokasi kebun yang berada di Desa Balanggala dan Desa Sabo tersebut, berada dalam kawasan HPT, yang kewenangannya berada pada Balai Penetapan Kawasan Hutan (BPKH) dan Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi. Sehingga untuk mengelolanya, harus mendapatkan izin dari pihak BPKH atau Dishut provinsi.
”Jadi untuk membuka lahan perkebunan atau menebang pohon di areal itu, harus mendapatkan izin dari kedua instansi tersebut,” katanya.
”Jadi untuk membuka lahan perkebunan atau menebang pohon di areal itu, harus mendapatkan izin dari kedua instansi tersebut,” katanya.
Ditempat yang sama, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tojo Una-Una, Zulkarnain mengatakan, hal bukan masalah baru, karena hal itu telah ada sejak lama. Namun hal itu dapat diminimalisir dengan adanya kewenangan pemerintah daerah sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 tahun 2007, yang salah satu isinya memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah, dalam hal ini bupati untuk menyampaikan pertimbangan teknis, untuk mengubah fungsi kawasan hutan yang telah dikelola dan dikuasai masyarakat menjadi areal penggunaan lain (APL). ”Ini salah satu solusi yang bisa kita lakukan, agar lokasi kebun milik masyarakat itu menjadi jelas statusnya,” sarannya.
Setelah mendengarkan seluruh penjelasan dari instansi terkait, Jemi Lasahido salah seorang anggota DPRD Tojo Una-Una yang berasal dari Dapil II ini, mengusulkan Pemerintah Kabupaten Tojo Una-Una untuk membentuk tim dan melakukan koordinasi kepada BPKH dan Dinas Kehutan Provinsi, untuk menginventarisir kawasan hutan di daerah tersebut.
”Hal ini harus dibarengi dengan sosialiasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui hal tersebut dan tidak salah melangkah menjalankan aktivitasnya dan dapat bekerja dengan tenang,” katanya. (Rahman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar