Sederhana, rendah
hati dan penuh semangat. Mungkin itu sekilas untuk menggambarkan sosok pak Sukurman,
seorang nelayan di danau Dampelas desa Talaga kecamatan Dampelas – Sojol (
Damsol) kabupaten Donggala propinsi Sulawesi Tengah.
Di dusun 5,
Tambolong, di sanalah ia bermukim bersama keluarganya disebuah rumah panggung
yang bahannya sebagian besar terbuat dari kayu. Letaknya berada dipinggiran
danau Dampelas. Bagi pak Sukurman,
kehidupan ikan harus dijaga keberlangsungan-nya. Sebab tidak dapat dipungkiri
sebagian masyarakat menggantungkan hidupnya pada danau ini. Tetapi sangat
disayangkan banyak dari kita sendiri yang tak peduli dengan pendapat ini, keluh
pak Sukurman.
Menurutnya,
masyarakat mulai sekarang ini hendaknya tidak boleh lagi menangkap ikan dengan
menggunakan alat berupa pancing, karena ikan yang tertangkap pasti terluka dan
bila dilepaskan kembali maka ikan tersebut cacat dan kemungkinan besar akan
mati. Berbeda halnya kalau menangkap ikan menggunakan pukat. Dengan pukat kita
dapat melakukan seleksi umur ikan yang layak untuk ditangkap baik untuk
diperdagangkan maupun dikonsumsi sendiri.
Saat ini, banyak
ikan yang ditangkap umurnya belum layak untuk dikonsumsi. Olehnya tidak heran
bila banyak ikan akhirnya hanya dibuang karena tidak laris terjual. Bila di
konsumsi mungkin masih bisa diterima. Terlihat dari mimik wajahnya, kesedihan bercampur
kesal yang tersembunyi ketika menceritakan fakta yang terjadi di desanya.Banyak sudah
bantuan pemerintah, dalam hal ini dinas perikanan untuk membantu mengembangkan
usaha kecil masyarakat khususnya nelayan. Hanya saja belum tepat sasaran.
Sehingga terkesan program tersebut hanya menguap tak jelas bagaimana
keberlanjutan-nya.
“ Kedepan saya
berharap masyarakat, pemerintah desa dan pemerintah daerah kabupaten secara
bersama – sama memikirkan pengelolaan danau Dampelas ini secara arif, berkelanjutan
dan dapat memberi manfaat secara lebih baik ” kata pak Sukurman seraya mempersilahkan kami untuk
mencicipi secangkir kopi yang disuguhkan anaknya.
Oleh sebagian besar orang, danau Dampelas yang luasnya
kurang lebih 665 Ha ini, lebih dikenal dengan sebutan danau Talaga. Mungkin
karena letak danau ini berada di desa Talaga. Namun penduduk setempat
menjelaskan bahwa nama danau ini “Dampelas“ sebab yang bermukim di sekitar
danau ini secara turun temurun dihuni oleh masyarakat suku Dampelas. Dahulu, desa ini dikenal dengan sebutan
kampung naili yang dalam bahasa
Dampelas artinya mengalir. Tutur, pak Ibrahim, kepala desa Talaga, dalam mengenang
kehidupan masa kecilnya di desa ini.
( lpa awam green, Syahrun Latjupa )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar