#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Sabtu, 09 Juni 2012

Gubsu Tidak Peka terhadap Konflik Kehutanan



Akhir-akhir ini konflik kehutanan khususnya masalah tenurial kembali marak terjadi di Sumatera Utara. Dominan konflik tersebut disertai tindak kekerasan oleh aparatur kepolisian maupun kelompok sipil seperti yang dialami masyarakat Padang Lawas, Langkat, Madina, Tapanuli Selatan, dan Humbang Hasundutan.

Bukan hanya itu, kriminalisasi kepada rakyat juga selalu menjadi ujung tombak meredam aksi rakyat untuk menuntut haknya. "Kami Sangat menyesalkan dan sekaligus khawatir dengan cara-cara pendekatan penanganan konflik yang terjadi, karena akan memicu suasana tidak kondusif di Sumatera Utara," demikian ujar Sekjen Komunitas Peduli Hutan Sumatera Utara (KPHSU) Jimmy Panjaitan.


Mencermati situasi ini, lanjut Jimmy, kami sangat kecewa terhadap Plt Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, yang tidak turut campur dalam konflik ini dan belum berupaya mengambil langkah-langkah strategis. Gubsu terkesan tidak peduli dan tidak mau tahu. Padahal sudah banyak warga menjadi korban serta kerugian material terjadi.

Sesungguhnya berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.6/Menhut-II/2012 Tentang Pelimpahan Sebagian Urusan Pemerintahan (Dekosentrasi) Bidang Kehutanan Tahun 2012 kepada Gubernur, Gubsu punya wewenang turut campur dalam menyelesaikan konflik yang terjadi. Beberapa urusan yang dilimpahkan dan dapat dikaitkan dalam penyelesaian konflik tersebut yakni, Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian pengelolaan hutan tanaman, identifikasi dan inventarisasi masalah kehutanan, dan Pengamanan hutan. "Sudah setengah tahun peraturan itu terbit, kami belum melihat Gubsu mengambil inisiatif kewenangan yang dimilikinya," tegas Jimmy.

Selain itu, Gubsu sebagai kepala pemerintahan provinsi tentu harus proaktif dalam penyelesaian masalah-masalah yang melibatkan komunitas rakyat. Oleh karena itu, kami mendesak Gubsu untuk segera membuat satuan tugas dalam penyelesaian konflik kehutanan ini serta mengkordinasikan dengan kepolisian dan aparatur pengamanan lainnya untuk tidak melakukan pendekatan tindakan kekerasan. "Gubsu jangan melakukan pembiaran terhadap konflik-konflik yang terjadi," tandasnya. (mc)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar