#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Jumat, 15 Juni 2012

Komnas HAM: Hentikan Sweeping Rumah Petani

Awam Green

jpnn.com : Konflik lahan antara warga Desa Sei Mencirim dan Desa Namarube Julu, Kutalimbaru, Sumut, dengan PTPN 2, mendapat reaksi keras dari Komnas HAM. Secara resmi, Komnas HAM mengirim surat kepada Kapolda Sumut Irjen Pol Wisnu Amat Sastro. Surat tertanggal 14 Juni 2012 itu antara lain meminta Kapolda agar aparat kepolisian tidak lagi melakukan sweeping atau penggeledahan ke rumah-rumah warga.

"Karena ini menimbulkan keresahan," begitu bunyi surat Komnas HAM, yang diteken ketuanya, M Ridha Saleh, yang sekaligus membawahi Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM.
 
JPNN mendapatkan copian surat Komnas HAM itu dari Deputi Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin. Aktivis yang konsen ke urusan pertanahan itu kemarin mendampingi tiga warga desa yang mengadu ke Komnas HAM, yakni Tono, Panji, dan Dedi.

Dalam suratnya, Komnas HAM juga mengingatkan Kapolda agar memberikan hak warga-warga yang ditahan, untuk bisa dijenguk keluarganya. Sekaligus, agar mereka mendapatkan pendampingin hukum selama pemeriksaan.


Kapolda juga diminta menindaklanjuti laporan warga yang sudah disampaikan ke Polsek Kutalimbaru, tertanggal 28 Mei 2012. Kapolda juga diminta cepat menyelesaikan konflik lahan ini, yang sudah terjadi sejak 1980. Dalam 14 hari ke depan, Kapolda diminta untuk menyampaikan tindak lanjut penyelesaian masalah ini ke Komnas HAM.


Di awal suratnya, Komnas juga membeberkan kronologis kejadian,sebagaiman yang diterimanya dari KPA sebagai pihak yang mendampingi para korban. Dijelaskan, pada 19 April 2012, warga kedua desa dimaksud menanam jagung di lahan masyarakat, disaksikan Babinsa dan anggota Polsek.


Lantas ada 30-an karyawan PTPN 2 tak jauh dari petani yang menanam jagung itu, mencabuti tanaman pisang. Mereka membawa senjata tajam dan menantang warga yang mendekat.


Anggota Polsek mencoba melerai dan minta para karyawan itu pergi namun tidak digubris. Pada akhirnya, seperti tertuang di surat Komnas HAM itu, terjadi aksi pelemparan ke tiga unit mobil yang berakibat kerusakan pada kacanya. Pada 22 Mei 2012 pihak karyawan PTPN 2 mencoba melakukan okupasi terhadap lahan yang dikuasai warga. Polres Binjai, Polresta Medan, dan Polsek Kutalimbaru mencoba melakukan negosiasi tapi gagal. Bentrok pun meletus, yang tak mampu diatasi kepolisian.


Sebanyak enam warga mengalami luka-luka dan satu luka berat kena senjata tajam. Kasus ini sudah dilaporkan ke Polsek Kutalimbaru, 28 Mei 2012. Setelah kejadian itu, enam warga dikriminalisasi, yakni Zakari, Arifin Keliat, Alpiyan, Japarudin, Sapriadi, dan Edi Polo.


"Penangkapan dilakukan tanpa surat penangkapan dan pihak keluarga tidak diberi akses untuk bertemu mereka di tahanan," begitu tertuang dalam surat yang diteken Ridha Saleh itu.
(sam/jpnn)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar