#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Jumat, 15 Juni 2012

KONFLIK PERTANAHAN: Kepemimpinan Hendarman Supandji di BPN Diragukan

Awam Green


Sragenpos.com - Kepemimpinan Hendarman Supandji sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) dinilai akan memicu konflik agraria semakin meluas karena tidak adanya latar belakang mantan jaksa agung itu di sektor pertanahan. Dia juga dinilai miskin dalam perubahan.

Deputi Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan BPN adalah lembaga yang memerlukan tenaga dinamis dan mempunyai kemampuan di bidang hukum pertanahan. KPA menilai pemilihan Hendarman sebagai Kepala BPN, menggantikan Joyo Winoto, mencerminkan rendahnya kompetensi dalam pemilihan pejabat publik.


“Secara usia, Hendarman Supanji adalah sosok senior yg tidak pernah mempunyai jejak rekam dalam pemahaman persoalan pertanahan, dan tidak akan mampu menilisik dan selesaikan persoalan pertanahan rakyat hingga ke pelosok-pelosok,” kata Iwan, Jumat (15/6/ 2012).

Iwan memaparkan pemilihan Hendarman dikhawatirkan akan terus menyulut perluasan petani yang terlibat dalam konflik agraria. Hal itu, sambungnya, dikarenakan Hendarman dinilai akan lebih menekankan yang semata-mata berbasis pada legal formal. Iwan menilai sepanjang memimpin Kejaksanaan Agung, Hendarman juga adalah sosok yang miskin dalam perubahan terkait dengan pelayanan dan reformasi birokrasi.

“Pengganti Joyo Winoto seharusnya adalah orang yang bisa langsung tancap gas dengan BPN untuk menyelesaikan masalah-masalah tanah yang menumpuk,” demikian Iwan.

KPA mencatat sedikitnya konflik lahan terjadi di area seluas 472.084,44 hektare dengan melibatkan 69.975 kepala keluarga sepanjang 2011. Sejumlah kasus berdasarkan kuantitas adalah perkebunan (97 kasus), kehutanan (36 kasus), infrastruktur (21 kasus), pertambangan (delapan kasus), dan pertambakan (satu kasus). Total kasus mencapai 163, naik dibandingkan dengan periode 2010 yang hanya 106 kasus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar