#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Rabu, 27 Juni 2012

Program Pertanian Sulsel Dinilai Gagal

awam green,
DPRD Provinsi Sulawesi Selatan menilai, sejumlah program pertanian yang dicanangkan Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin, Limpo gagal dan tidak menguntungkan petani di beberapa daerah di Sulsel.

Hal itu ditegaskan anggota DPRD Provinsi Sulsel, Muchtar Tompo, di Makassar, Rabu (9/5). Ia menuding Pemerintah Provinsi Sulsel telah gagal mengelola manajemen sistem pertanian.

Menurut legislator Partai Hanura ini, sebanyak 113 penghargaan nasional yang diraih Pemprov Sulsel sama sekali tidak mempunyai efek dan mendukung petani. Dia melihat propaganda target dua juta ton beras serta 1,5 juta ton jagung di Sulsel hanya program seremoni.

"Salah satu faktor utama adalah masalah pupuk di petani. Mahalnya pupuk hingga Rp150 ribu per-zak sehingga petani terlilit utang dan tidak adanya kepedulian Pemerintah Provinsi terhadap masalah ini adalah kegagalan pemerintah," ungkapnya.
Tidak mampunya pemerintah Sulsel membuat sistem guna mendukung program yang terkait dengan kesejahteraan petani, lanjutnya, merupakan salah satu indikator kegagalan dalam memenuhi target dua juta ton beras dan 1,5 juta ton jagung di sulsel.

Sulsel telah mendapat penghargaan swasembada pangan, kemudian didaulat sebagai salah satu provinsi penyanggah pangan nasional. Hal ini terkesan sukses tetapi sangat rapuh di dalam, ibarat buah yang cantik diluar namun busuk di dalamnya.

Masyarakat di Sulsel rata-rata petani dan dari data 70 persen petani harus menanggung derita dengan tidak sinerginya harga jual dengan harga pupuk yang hingga saat ini terkesan belum ditindak lajuti oleh Pemprov Sulsel.

Beberapa daerah penghasil pangan seperti Gowa, Jeneponto, Bone, Wajo dan lainnya harga pupuk saat ini belaum stabil. Di sinilah fungsi Pemprov dapat melakukan langkah langkah antisipatif menekan harga, akan tetapai pada kenyatannya tidak ada yang dilakukan.

"Tidak ada langkah Pemprov dalam melindungi petani, sampai saat ini petani masih mengeluh sementara pemerintah sibuk mengurus penghargaan yang bersifat seremoni dan nama besar saja," urainya.

Ketua Kelampok Tani asal Bone Syamsuddin, mengaku beberapa anggota dalam kelompoknya saat ini kesulitan dalam hal pupuk, meskipun tersedia pupuk bersubsidi namuan kualitas produk pupuk asal Surabaya itu jauh dari yang diharapkan.

"Pupuk yang kami pakai saat ini dengan kualitas rendah, tetapi kami tidak bisa berbuat banyak karena uang kami erbatas. Kami berharap pemerintah peka terhadap kami sebab harga pupuk masih mahal," keluhnya.

Ia mengusulkan, mestinya pemerintah membuat wadah atau semacam koperasi bagi para petani dalam hal penggunaan dan pemakaian pupuk sehingga hasil pertanian dapat lebih maksimal.

"Kalau ada koperasi dari pemerintah untuk rakyat kan kita bisa berutang dulu nanti dibayar setelah panen, tetapi itu tidak ada dan hanya janji-janji mensejahterakan petani. Saat ini kami lebih banyak berutang ke rentenir mengambil modal pembelian pupuk," ungkapnya, sedangkan tingkat kemiskinan di Sulsel masih mencapai angka 16 persen dari total penduduk provinsi ini dan yang terbanyak adalah kami petani dan nelayan, ujarnya. [TMA, Ant]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar