#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Rabu, 20 Juni 2012

Sudah 101 Konflik Agraria Tahun Ini

awam green


Konflik agraria seakan tak pernah berakhir. Bahkan tiap tahun terus mengalami peningkatan tajam.

Setiap konflik, selalu disertai pelanggaran HAM, baik yang dilakukan aparat keamanan yang diturunkan ke areal konflik agraria maupun perusahaan perkebunan, kehutanan, pertambangan dalam proses merampas hak atas kepemilikan tanah petani.

"Sejak Januari - Juni 2012, kami mencatat sedikitnya ada 101 konflik agraria dengan luasan areal yang diperebutkan 377.159 hektare dengan korban lebih 25 ribu keluarga petani," Sidik Suhada, Ketua Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN REPDEM) bidang penggalangan tani. 

Sepanjang tahun 2011 saja, konflik agraria mencapai 163 kasus dengan rincian di sektor perkebunan 97 kasus, kehutanan 36 kasus, infrastruktur 21 kasus, pertambangan 8 kasus, pertambakan 1 kasus.

Luas tanah yang disengketakan 472.084,44 hektare dengan melibatkan 69.975 keluarga petani. Kasus 2010 hanya 106 kasus.

Itu berarti setiap tahun jumlah konflik terus meningkat. Padahal konflik agraria di tahun lalu saja belumm ada satu pun yang dapat diselesaikan pemerintah.

Konflik agraria itu tersebar di Sumatra Utara, Riau, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat. Umumnya, konflik agraria itu berada di perkebunan, kehutanan, pertambangan dan disebabkan pembangunan infrastruktur pemerintah yang dipaksakan dengan cara menggusur tanah-tanah rakyat.

Dalam kerangka untuk menghentikan terjadinya konflik agraria, pemerintah perlu segera melaksanakan pembaruan agraria sejati yang pro kepada petani.

Kita harus memiliki lembaga yang bersifat khusus untuk menyelesaikan konflik agraria serta kewenangan khusus untuk memanggil dan mengoordinasikan semua sektror seperti BUMN, kehutanan, pertanian, TNI, dan kepolisian.

Karena, konflik agraria sering dipicu oleh tumpang tindihnya aturan dan kewenangan sektor-sektor tersebut. (*/OL-5)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar