Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) segera turun ke lokasi
amuk massa di Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala, Sulawesi
Tengah. Kedatangan ini guna menyelidiki kemungkinan adanya tindak
pelanggaran HAM di daerah tersebut.
"Komnas HAM RI akan menurunkan tim penyelidik pada Jumat (20/7) untuk menyelidiki lebih dalam terkait fakta-fakta di lapangan atas amuk massa di sana," kata Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah, Dedy Askari di Palu, Sulteng, Rabu (18/7).
Dedy mengatakan, tim tersebut akan dipimpin Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh didampingi tim dari Komnas HAM Sulawesi Tengah. Amuk massa di Kecamatan Balaesang tersebut berakibat lima orang terluka karena terkena tembakan yang dilepaskan aparat kepolisian.
Lima korban tersebut adalah Sandra, tertembak di bagian rusuk. Aksan,
tertembak di punggung kanan. Aidin tertembak di betis kiri. Culi di
bagian paha dan Iting belum diketahui lukanya. Satu lagi korban luka
tembak dalam kondisi kritis, sehingga dilarikan ke rumah sakit. Korban
bernama Sandra."Komnas HAM RI akan menurunkan tim penyelidik pada Jumat (20/7) untuk menyelidiki lebih dalam terkait fakta-fakta di lapangan atas amuk massa di sana," kata Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah, Dedy Askari di Palu, Sulteng, Rabu (18/7).
Dedy mengatakan, tim tersebut akan dipimpin Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh didampingi tim dari Komnas HAM Sulawesi Tengah. Amuk massa di Kecamatan Balaesang tersebut berakibat lima orang terluka karena terkena tembakan yang dilepaskan aparat kepolisian.
Menurut Dedy Askari, pemerintah dan Polri mestinya bersikap akomodatif dan kompromi dalam merespons kehendak dan tuntutan masyarakat. "Tidak justru mengabaikan tuntutan dan kehendak masyarakat, akibatnya muncul kekecewaan dan perlawanan masyarakat," kata Dedy.
Dia mengatakan, pengamanan dalam amuk massa tersebut diperparah dengan langkah represif aparat kepolisian dengan menggunakan peluru dan moncong senjata. Terhadap masalah ini, Dedy mengatakan Komnas HAM mengecam langkah aparat kepolisian yang represif.
Dedy juga menilai, Pemerintah Kabupaten Donggala tidak punya kepedulian atas tuntutan warga yang menolak rencana pertambangan di Balaesang Tanjung karena sebagian lahan berada di atas areal perkebunan masyarakat.
"Komnas HAM menduga kepolisian dan Pemda Donggala berada di balik terjadinya peristiwa amuk massa di Balaesang Tanjung, Komnas HAM juga menilai kuat dugaan telah terjadi pelanggaran HAM serius di sana," kata Dedy.
Menurut Dedy, amuk massa di Balaesang Tanjung tersebut sebagai reaksi puncak dari penolakan masyarakat terhadap rencana beroperasinya PT Cahaya Manunggal Abadi terkait rencana pengelolaan bijih emas.
Aksi itu, lanjutnya, sebagai wujud nyata keberpihakan negara Cq Pemerintah dan aparat kepolisian terhadap pemodal.
Sehari sebelumnya, masyarakat dari sejumlah desa meluapkan amarahnya dengan membakar kamp perusahaan beserta dua unit alat berat yang ada di lokasi. Masyarakat juga merusak sejumlah rumah warga lainnya karena dianggap pendukung rencana eksplorasi bijih emas.(Ant/BEY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar