#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Senin, 09 Juli 2012

Lagi, PPLP Geruduk DPRD DIJ

awam green,
Dengan tangan kanan memegang mic, Ismiati meminta ribuan kawan sesama petani lahan pasir Kulonprogo untuk merapat ke lobi depan Gedung DPRD DIJ. Tujuannya, mempertahankan tanah mereka. Itu adalah kesekian kali ia mendatangi rumah rakyat untuk mempertegas penolakannya atas penambangan pasir besi di lahan pertanian para petani.

Di bawah matahari yang menyengat, Ismi dengan lantang meminta Gubernur DIJ Hamengku Buwono X untuk lebih memperhatikan masalah tersebut. ”Harusnya Sultan mendengar apa yang kami minta selama ini.

Bukan malah ditendang ke sana kemari,” tegas Ismi. Kemarin siang (9/7), gedung DPRD DIJ menjadi lautan manusia. Menggunakan 30 truk yang diparkir di Abubakar Ali, sekitar 2.000 petani dari Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulonprogo kembali menolak penambangan lahan pasir oleh PT Jogja Magasa Iron (JMI).Menurut Koordinator Aksi Widodo, pihaknya jelas-jelas menolak proyek pasir besi. Sehingga akan terus berjuang untuk melawan proyek yang menggusur lahan pertanian dan perumahan yang dihuni lebih dari 5.000 KK atau kurang lebih 50.000 orang.Selama ini, sekitar 3.000 hektar yang masuk menjadi kontrak diklaim investor dan pemerintah sebagai tanah milik Pakualaman dengan status Pakualaman Ground (PAG).


Padahal, lanjut dia, realitasnya PAG hanya memiliki tidak lebih dari 200-an hektar.Hal tersebut dibuktikan dengan peta desa dan keterangan dari buku milik masing-masing desa. Masyarakat telah memiliki hak atas tanah tersebut dengan pembuktian di buku besar desa dan hak milik sertifikat tanah. Juga, disertai usaha keras puluhan tahun, menciptakan lahan kritis menjadi subur untuk pangan.”Secara hukum, Pakualaman tidak termasuk subjek hak yang dapat mempunyai hak atas tanah,” jelasnya.Selain itu, dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1984 yang menyatakan bahwa Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 berlaku secara sempurna di DIJ, maka seluruh peraturan perundang juga berlaku di sini. ”Karenanya klaim Keraton dan Pakualaman atas tanah-tanah swapraja menjadi tidak berlaku,” kata dia.Pihaknya menuntut sertifikasi atas sebagian tanah belum bersertifikat yang selama ini sudah digarap menjadi lahan pertanian oleh warga pesisir. ”Kami minta sertifikat atas tanah yang sudah kami kelola berpuluh-puluh tahun,” katanya.

Pihaknya juga menuntut pengusutan dan pembatalan Perda Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) DIJ. Ada dua pasal yakni pasal 58 dan 60 ayat 2b yang menyatakan bahwa kawasan pesisir adalah untuk penambangan pasir besi. ”Ini benar-benar bertentangan dengan kepentingan rakyat,” tandasnya.Sementara itu, tokoh PPLP RM BSW Adjikoesoemo melakukan aksi mengendarai motor dengan mengenakan penutup mata dari Mapolda DIJ hingga DPRD DIJ. Dikawal sejumlah polisi, Adji memerlukan waktu sekitar 30 menit untuk menyelesaikan rute tersebut.

”Aksi ini merupakan simbolisasi seorang pemimpin harus menggunakan mata hati dalam melihat segala urusan, terutama kepentingan rakyat,” ujar Adji sesampai di DPRD.

Apa yang terjadi kepada penghuni atau pengelola tanah yang diklaim milik Keraton dan Pakualaman sejatinya merupakan pengkhianatan terhadap HB IX dan PA VIII yang mengeluarkan Perda 5 Tahun 1954. ”Dalam pasal 10 dijelaskan bahwa orang yang memakai tanah turun temurun bisa menjadikannya hak milik,” kata dia di depan massa.Adjikoesoemo juga membagikan sejumlah bukunya bertajuk ”Pembelaan Tanah Untuk Rakyat, Jogja Gate, Pengkhianatan Terhadap HB IX dan PA VIII” kepada anggota DPRD DIJ.Wakil Ketua II DPRD DIJ Tutiek M Widyo pun membayar Rp 1 juta untuk puluhan buku yang diberikan padanya.

Tindakan tersebut diambil politikus PAN ini karena Adji menyatakan buku itu dijual untuk membantu perjuangan PPLP.”Uang ini saya gunakan untuk membayar buku ini agar bisa membantu perjuangan kalian,” kata Tutiek kepada massa PPLP.Uang tersebut sempat dicemooh sejumlah massa aksi. Meski begitu tetap dihitung dan diserahkan kepada pengurus PPLP. ”Bukunya dibaca, Bu, jangan dijadiin bantal,” teriak seorang dari kerumunan massa.Kedatangan Adji di Polda sekaligus untuk mengklarifikasi perkembangan pengaduannya ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan oleh GBPH Joyokusumo.Beberapa waktu lalu, Adji mengadukan adik Sultan HB X ke polda sebagai buntut pernyataannya saat sosialisasi tanah Sultan Ground dan PAG di Kulonprogo. ”Saya tanyakan bagaimana perkembangan dan tindak lanjut atas kasus yang saya laporkan,” tandas Adji.Menurut Adji saat sosialisasi SG dan PAG di Balai Kelurahan Wates 26 Februari 2012, Joyokusumo sempat menyinggung sejumlah nama kerabat keraton yang perlu diwaspadai. Selain dirinya, ada dua nama lain yakni RM Triyanto Prastowo dan GBPH Hadisuryo. Tidak terima dengan tuduhan itu, Adji mengadukan ke polda.

”Empat bulan sejak saya membuat laporan sampai sekarang belum ada perkembangan,” tandasnya.Tak hanya meminta klarifikasi, dalam kesempatan itu, pria yang disebut-sebut masih trah HB II ini juga menyerahkan buku karyanya ”Pembelaan Tanah Untuk Rakyat, Jogja Gate, Pengkhianatan Terhadap HB IX dan PA VIII ” dan diterima Kepala Sentra Pelayanan Polda DIJ Kompol Riyanto. Buku tersebut banyak mengupas masalah tanah di DIJ, khususnya menyangkut tanah-tanah SG dan PAG. (hed/bhn/kus/tya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar