awam green,
bisnis.com- Sebanyak 600 petani dari 20 desa di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra
Selatan akan 'mengepung' Jakarta untuk sedikitnya empat hari ke depan
dengan melakukan unjuk rasa akibat sengketa lahan dengan PT Perkebunan
Nusantara (PTPN) VII Unit Usaha Cinta Manis.
Mereka juga akan melaporkan dugaan korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sektor perkebunan tebu.
Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin
mengatakan para petani menuntut pengembalian lahan mereka yang diserobot
PTPN VII unit Cinta Manis dan meminta kejelasan atas konflik lahan
yang sudah terjadi sejak 30 tahun silam.
Para petani itu diangkut dengan 14 bis besar dan sepuluh mobil pribadi dengan biaya sendiri menuju ibukota.
"Sekarang mereka sudah di Jakarta. Ini merupakan kelanjutan rangkaian
aksi – aksi yang sudah dilakukan sebelumnya mulai tingkat lokal, daerah
dan tingkat propinsi," kata Iwan di Jakarta hari ini, Minggu
(1/06/2012). "Aksi penguasaan lapangan juga sudah dilakukan di tingkat
desa."
Rencananya, aksi demonstrasi, termasuk menemui perwakilan setiap
lembaga negara, akan dilakukan pada 2 Juli-5 Juli . Aksi mereka dimulai
dari Senin yakni Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Mabes Polri
(kawasan Kebayoran Baru); Selasa mendatangi Kementerian Keuangan
(kawasan Lapangan Banteng Timur) dan Kementerian Negara BUMN (kawasan
Medan Merdeka Selatan); Rabu mendatangi Istana Negara (kawasan Medan
Merdeka Utara); Kamis mendatangi KPK (kawasan Rasuna Said) dan DPR RI
(kawasan Senayan).
Rencananya, mereka akan menginap di Kementerian Negara BUMN setelah melakukan aksi unjuk rasa tersebut.
"Kami juga akan melaporkan kasus dugaan korupsi di sektor perkebunan ke
KPK, karena pajak yang dilaporkan lebih kecil dari pendapatan
sebenarnya," kata Iwan. "Ini dikarenakan lahan yang dikuasai dan
dikerjakan lebih besar dibandingkan dengan lahan yang tercatat di Hak
Guna Usaha."
Anwar Sadath, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi)
Sumatra Selatan, mengatakan Hak Guna Usaha (HGU) milik PTPN VII unit
Cinta Manis hanya mencapai 6.500 hektar, sedangkan izin prinsip yakni
terkait dengan inventarisasi lahan mencapai 20.000 hektar. Walhi menilai
sekitar 13.500 lahan yang dikerjakan oleh PTPN VII tak memiliki alas
hak karena belum mendapatkan sertifkat dari BPN.
"Ini belum lagi dengan pengerjaan lahannya di lapangan yang bisa
mencapai sekitar 30.000 hektar. PTPN juga melakukan perampasan lahan
milik warga dan melakukan kriminalisasi sebagai salah satu upaya
represif," kata Anwar. "Tuntutan petani adalah pemerintah pusat
mengevaluasi kembali HGU PTPN 6.500 hektar dan sisa lahan dikembalikan
kepada petani."
Anwar mengatakan pengaduan mereka ke Kementerian Negara BUMN terkait
dengan dugaan kerugian negara akibat pembayaran pajak hanya berbasiskan
berapa HGU yang dimiliki oleh PTPN VII. Mereka juga meminta agar
kementerian itu bersama-sama dengan Kementerian Keuangan dapat melakukan
audit terhadap pendapatan perusahaan negara itu.
Aksi yang akan dilakukan oleh Gabungan Petani Penesak Bersatu (GPPB)
juga mendesak kepolisian tak terlibat dalam konflik pertanahan karena
seringnya terjadi kriminalisasi terhadap warga. Padahal, kata Anwar,
mereka melakukan hal itu untuk memperjuangkan tanahnya sendiri. (sut)
Anugerah Perkasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar