awam green,
Sebanyak tujuh warga Pulau Padang, Provinsi Riau memastikan menjadi
relawan aksi bakar diri di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Kini
mereka berada di Pekanbaru untuk melakukan persiapan terkait dengan
protes terhadap ketidakpedulian pemerintah pada aspirasi warga Pulau
Padang.
Ketua Umum Serikat Tani Riau (STR) Muhammad Ridwan mengatakan pihaknya sudah berada di Pekanbaru sekarang dan akan mendatangi sejumlah lembaga keesokan harinya sebelum berangkat ke Jakarta. Lembaga itu adalah DPRD Provinsi Riau, Polda Riau serta RRI di ibukota provinsi tersebut.
Ketujuh warga itu adalah sebagian besar adalah petani dan memutuskan melakukan aksi bakar diridi depan Istana Merdeka, kawasan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Peserta semuanya adalah laki-laki dengan usia termuda adalah 27 tahun dan tertua mencapai 40 tahun.
"Kami akan mendatangi sejumlah lembaga terlebih dahulu dan melakukan
briefing. Kalau semuanya sudah siap, besok juga kami berangkat ke
Jakarta," ujar Ridwan ketika dikonfirmasi Bisnis pada Minggu,
(24/06/2012).
Ketua Umum Serikat Tani Riau (STR) Muhammad Ridwan mengatakan pihaknya sudah berada di Pekanbaru sekarang dan akan mendatangi sejumlah lembaga keesokan harinya sebelum berangkat ke Jakarta. Lembaga itu adalah DPRD Provinsi Riau, Polda Riau serta RRI di ibukota provinsi tersebut.
Ketujuh warga itu adalah sebagian besar adalah petani dan memutuskan melakukan aksi bakar diridi depan Istana Merdeka, kawasan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Peserta semuanya adalah laki-laki dengan usia termuda adalah 27 tahun dan tertua mencapai 40 tahun.
Aksi bakar diri ini merupakan simbol protes para petani Pulau Padang karena pemerintah tidak mau mendengarkan aspirasi mereka untuk mencabut izin usaha PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang diterbitkan pada 2009.
Konflik itu berawal saat Kementerian Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan No.327/2009 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) kepada RAPP pada pertengahan 2009 di Pulau Padang.
Namun Dinas Kehutanan Provinsi Riau mengirimkan surat keberatannya kepada Kementerian Kehutanan pada September 2009 atau 2 bulan setelah izin RAPP terbit, dengan mengatakan izin perlu ditinjau ulang.
Dinas provinsi itu menemukan area RAPP masih tumpang-tindih, salah satunya adalah dengan suaka marga satwa Tasik Pulau Padang seluas 340,69 hektare. Selain itu, masih terdapat hutan produksi konversi seluas 23.411 hektare.
Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) Muslim Rasyid sebelumnya mengatakan pihaknya meminta Kementerian Kehutanan berhenti menjadi 'konsultan' bagi perusahaan yang memverifikasi teknologi ramah lingkungan RAPP. Menurut Jikalahari, teknologi itu tetap menghancurkan hutan gambut dan melepaskan emisi karbon.
Dalam situs resmi Jikalahari disebutkan, tuntutan masyarakat Pulau Padang dan sejumlah LSM lingkungan adalah meninjau dasar hukum izin pengelolaan gambut di kedalaman lebih dari 3 meter di Pulau Padang dan pertentangan hukum lainnya.
Hingga kini, pemerintah belum juga mengevaluasi izin Kementerian Kehutanan tersebut, namun menawarkan hutan tanaman rakyat sebagai solusi. Solusi itu juga ditolak oleh petani Pulau Padang karena tidak menyelesaikan masalah.(faa)
teruskan demi perjuangan pada masyarakat
BalasHapus