#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Kamis, 05 Juli 2012

Tolak Tambang, Ratusan Warga Sandera Tetua Adat

awam green,
Ratusan warga dari delapan desa di Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Kamis (5/7/2012) menyandera sejumlah tetua adat setempat yang menyetujui rencana beroperasinya perusahaan tambang bijih emas di Balaesang Tanjung.

Ratusan warga itu menjemput paksa sejumlah pengurus lembaga adat lalu dibawa ke Magau (jabatan adat) yang berkedudukan di Desa Ketong. “Mereka meminta supaya dewan adat mencabut dukungannya karena masyarakat sendiri menolak aktivitas tambang,” kata Amiruddin, salah seorang warga setempat.

Kepala Kepolisian Sektor Balaesang IPTU Teguh Basuki ketika dihubungi Kompas.com melalui telepon membenarkan adanya penyanderaan itu. “Kami berusaha melakukan negosiasi dengan warga agar aksi mereka ini tidak meluas menjadi bentrokan antarwarga sendiri. Kami yakin warga bisa memahami hal itu. Saya yakin mereka mau melepaskan tokoh adat yang mereka sandera itu,” ujar Teguh.
Konflik pro dan kontra rencana pengelolaan tambang bijih emas di daerah berjarak sekitar 100 kilometer arah utara Kota Palu itu sudah berlangsung sejak tahun 2009. Masyarakat menolak karena sebagian besar lokasi tambang berada di perkebunan cengkeh, kakao dan kelapa yang masih produktif.

Menurut Amiruddin, pada Januari 2011 pengurus dewan adat di wilayah itu mengeluarkan rekomendasi persetujuan rencana pengelolaan tambang kepada PT Cahaya Manunggal Abadi yang diduga milik seorang pejabat daerah di Kabupaten Donggala. “Masyarakat marah karena hanya segelintir orang yang setuju lalu kenapa dewan adat mengeluarkan persetujuan pengelolaan. Mereka yang setuju ini tidak punya lahan perkebunan di sana,” tambah Alizar, warga lainnya.

Kamis (28/6/2012) lalu, warga sempat melakukan pemblokiran di jalan daerah dengan menumbangkan sebuah pohon besar. Saat ini warga juga menghalangi sejumlah warga lainnya yang hendak menuju Kantor Badan Lingkungan Hidup Donggala untuk mengikuti seminar analisis dampak lingkungan yang digelar PT CMA difasilitasi oleh Kantor BLH.

Ratusan warga tersebut berasal dari Walandano, Malei, Ketong, Kamonji, Palau, dan Rano yang berada di wilayah konsesi tambang seluas lebih dari 4.000 hektar.
 
Erna Dwi Lidiawati
Editor : Glori K. Wadrianto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar