" Buntut dari Kerusuhan di Balaesang Tanjung "
Tidak ada alasan bagi Pemkab Donggala untuk tidak segera menghentikan sementara atau mencabut permamenIzin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi PT Citra Manunggal Abadi (CMA) yang beroperasi di Kecamatan Balaesang Tanjung Kabupaten Donggala.
Apalagi keberadaan perusahaan tambang yang kini menuai pro dan kontra dari warga itu, telah menimbulkan gejolak sosial, kerugian materi, hingga satu orang tewas yang diduga terkena peluru aparat kepolisan saat mengamankan aksi kerusuhan di daerah tersebut pada 17-18 Juli lalu. Demikian ditegaskan Ketua Komisi III DPRD Donggala Arty Kailiwati kepada Radar Sulteng, Rabu kemarin (1/8).
Kata dia, jika memang tidak layak ada perusahaan beroperasi di Balaesang Tanjung, maka Pemkab Donggala harus mencabut permanen, dengan catatan tidak boleh lagi ada perusahaan yang masuk ke sana, atau dengan kata lain, Balaesang Tanjung diharamkan ada tambang. Apalagi di daerah itu, potensi wisata masih menjanjikan dengan adanya Danau Rano dan wisata alam serta wisata bahari lainnya, termasuk adanya Pulau Pasoso yang dikenal sebagai lokasi bertelurnya penyu. “Kalau ada tambang, ini akan terusik, belum lagi lahan warga akan hilang,” tandasnya.
Arty juga mengaku, masalah di Balaesang Tanjung muncul, karena kurangnya sosialisasi dari Pemkab Donggala melalui Dinas ESDM dan dari PT CMA kepada warga lokal. Bahkan saat rapat dengar pendapat (RDP) beberapa waktu yang lalu, pihak Dinas ESDM mengakui kurangnya sosialisasi tersebut. Kesannya, perusahaan melakukan berbagai kegiatan secara diam-diam, meskipun memang ada sosialisasi, tapi kurang maksimal. “Sebagian besar warga di Balaeang Tanjung terutama di desa-desa yang masuk wilayah IUP eksplorasi kurang mengerti dengan manfaat keberadaan tambang di daerah mereka,” jelasnya.
Kata Arty, Komisi III DPRD Donggala yang dipimpinnya telah melakukan peninjauan lapangan sekaligus meminta penjelasan dari sejumlah warga di daerah itu, dan kenyaannya memang warga kurang mendapat sosialisasi, baik dari Dinas ESDM maupun dari PT CMA. “Alasan masih sebatas eksplorasi itu, tidak boleh jadi ajian pamungkas untuk tidak melakukan sosialisasi, karena biar bagaimanapun warga ingin tahu apakah tambang itu ada manfaatnya buat mereka di masa mendatang, atau hanya merusak lingkungan dan merugikan warga,” jelasnya.
Untuk itu, terang politisi Partai Demokrasi Pembaruan ini, atas nama Komisi III DPRD Donggala dan atas nama pribadi, dia meminta Pemkab Donggala melalui Dinas ESDM segera mencabut sementara waktu IUP eksplorasi PT CMA, hingga duduk masalah pro dan kontra tambang di daerah tersebut menjadi terang, agar kedepan tidak lagi terjadi gejolak serupa. Adanya gejolak sosial ini, sangat merugikan masyarakat lokal. Apalagi dalam Undang-Undang Minerba membolehkan mencabut izin tambang jika terjadi force majeure atau yang sering diterjemahkan sebagai keadaan memaksa, di daerah pertambangan. “Bayangkan saja, masih sebatas eksplorasi sudah terjadi keributan, bagaimana jika nanti sudah operasi produksi,” jelasnya.
Sebelum terlalu jauh, Arty menyarankan agar Pemkab Donggala melalui Dinas ESDM tidak perlu berpikir terlalu lama, untuk mencabut izin PT CMA sementara waktu, sampai ada kejelasan lebih lanjut, apakah boleh diteruskan atau tambang di daerah itu diharamkan. “Artinya jika PT CMA ditutup permanen, maka seluruh perusahaan tambang juga tidak boleh masuk. Hal ini, untuk menghindari konflik serupa di masa mendatang,” pungkasnya.(fer)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar