Dedi Askary dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) perwakilan Sulawesi Tengah, mengusulkan uji balistik terkait penembakan warga di Kecamatan Balaesang, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah saat demonstrasi antitambang hingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
"Dari investigasi kami di lapangan, polisi menggunakan peluru tajam saat membubarkan demonstran. Hal ini dibuktikan dengan adanya selongsong peluru yang kami temukan di lapangan adalah selosong peluru untuk senjata SS1 yang biasa digunakan Brimob," kata Dedi Askary
Pernyataan Dedi ini disampaikan saat hearing anggota DPR Provinsi Sulawesi Tengah bersama Bupati Donggala Habir Ponulele, Kapolda Sulteng Dewa Parsana, Kapolres Donggala Dicky Aryanto dan pihak ESDM, Rabu (1/8/2012) di ruang rapat utama gedung DPRD Sulteng terkait kasus warga Balaesang Tanjung yang menolak tambang hingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Dedi juga mengatakan bahwa saat polisi membubarkan massa pendemo, massa pendemo tidak sedang melakukan perlawanan. Hal ini dibuktikan pada korban meninggal bernama Sando yang tertembak dari belakang tembus di bagian perut sebelah kanan pusat.
"Mereka tidak dalam posisi melawan, rata-rata korban yang tertembak arah perluru datangnya dari belakang," ujar Dedi lagi.
Permintaan Dedi untuk uji balistik terkait pernyataan Kapolres Dicky Aryanto yang membantah bahwa anggotanya tidak menggunakan peluru tajam ketika membubarkan massa yang anarkis.
"Saya berada di tempat kejadian itu selama lima hari, anggota saya tidak menggunakan peluru tajam saat membubarkan pengunjuk rasa," kata Kapolres Donggala Dicky Aryanto.
Sementara itu terkait warga protambang yang rumahnya dirusak dan dibakar massa yang menolak tambang, Bupati Donggala Habir Ponulele berjanji akan membantu.
"Saya sudah koordinasikan dengan Dinas PU untuk menginventarisir rumah-rumah yang dirusak dan dibakar massa pendemo. Dan sudah ada perkiraannya," kata Bupati Donggala Habir Ponulele.
Editor : Farid Assifa
www.kompas.com
"Dari investigasi kami di lapangan, polisi menggunakan peluru tajam saat membubarkan demonstran. Hal ini dibuktikan dengan adanya selongsong peluru yang kami temukan di lapangan adalah selosong peluru untuk senjata SS1 yang biasa digunakan Brimob," kata Dedi Askary
Pernyataan Dedi ini disampaikan saat hearing anggota DPR Provinsi Sulawesi Tengah bersama Bupati Donggala Habir Ponulele, Kapolda Sulteng Dewa Parsana, Kapolres Donggala Dicky Aryanto dan pihak ESDM, Rabu (1/8/2012) di ruang rapat utama gedung DPRD Sulteng terkait kasus warga Balaesang Tanjung yang menolak tambang hingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Dedi juga mengatakan bahwa saat polisi membubarkan massa pendemo, massa pendemo tidak sedang melakukan perlawanan. Hal ini dibuktikan pada korban meninggal bernama Sando yang tertembak dari belakang tembus di bagian perut sebelah kanan pusat.
"Mereka tidak dalam posisi melawan, rata-rata korban yang tertembak arah perluru datangnya dari belakang," ujar Dedi lagi.
Permintaan Dedi untuk uji balistik terkait pernyataan Kapolres Dicky Aryanto yang membantah bahwa anggotanya tidak menggunakan peluru tajam ketika membubarkan massa yang anarkis.
"Saya berada di tempat kejadian itu selama lima hari, anggota saya tidak menggunakan peluru tajam saat membubarkan pengunjuk rasa," kata Kapolres Donggala Dicky Aryanto.
Sementara itu terkait warga protambang yang rumahnya dirusak dan dibakar massa yang menolak tambang, Bupati Donggala Habir Ponulele berjanji akan membantu.
"Saya sudah koordinasikan dengan Dinas PU untuk menginventarisir rumah-rumah yang dirusak dan dibakar massa pendemo. Dan sudah ada perkiraannya," kata Bupati Donggala Habir Ponulele.
Editor : Farid Assifa
www.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar