#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Jumat, 10 Agustus 2012

Pemerintah Harus Cabut Izin CMA

Koalisi Advokasi Untuk Balaesang Tanjung (kasub) menanggapi pernyataan Bupati Donggala Habir Ponulele, yang masih memberi peluang kepada PT. Cahaya Manunggal Abadi (CMA), melanjutkan eksplorasi.

Kasub menuntut agar bupati segera mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik CMA, dan bupati segera meminta maaf kepada masyarakat setempat atas pertikaian yang menelan korban akibat kebijakan pemberian IUP kepada CMA.


KASUB juga meminta pihak kepolisian segera melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait dengan adanya dugaan pelanggaran hukum atas terbitnya IUP CMA di Balaesang Tanjung.


Dalam siaran pers Kasub yang disampaikan Direktur Jatam Sulteng, Etal Douw, Kamis (19/8) menjelaskan bahwa terjadinya kekerasan di Balaseang Tanjung merupakan puncak protes warga atas rencana pertambangan emas CMA yang mendapatkan konsesi tambang emas seluas 5 ribu hektar dari Bupati Donggala dengan IUP No188.45/0288/DESDM/2010, tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi.

Peristiwa ini menambah daftar panjang pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) oleh kepolisian saat menghadapi geliat protes warga atas rencana investasi. Pelanggaran HAM itu tercermin dari tidak adanya rasa keadilan yang didapatkan oleh warga terkait penolakan mereka terhadap CMA, serta rasa jaminan keamanan terhadap sumber-sumber kehidupannya.


Pelanggaran HAM itulah yang mengkibatkan satu orang warga dinyatakan meninggal dunia, empat orang lainnya tertembak dan saat ini 15 orang ditangkap. Peristiwa tersebut mengakibatkan trauma yang mendalam terhadap warga.


Lebih jauh dijelaskan, tragedy penembakan yang terjadi pada tanggal 18 Juli 2012 dilakukan aparat, karena ingin melakukan penangkapan atas pembakaran alat berat milik CMA. Pembakaran itu dipicu dengan adanya upaya mobilisiasi alat berat untuk melakukan eksplorasi di wilayah Balaesang.


Olehnya, Kasub menilai bahwa penetapan wilayah pertambangan harus mendapat persetujuan masyarakat baik yang tanahnya dijadikan kawasan maupun masyarak terdampak. Bisa dipastikan bupati melakukan penerbitan atas IUP PT. CMA melanggar UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba karena tidak mempertimbangkan keputusan Mahkamah Konstitusi tentang perlindungan, penghormatan dan penghargaan terhadap masyarakat sekitar tambang.


Menurut Kasub dalam realesnya, sebelum menerbitkan IUP, pemerintah harus terlebih dahulu menetapkan wilayah pertambangan sebagai manifestasi pelaksanaan PP No2/2010. Sehingga tidak terkesan adanya kepentingan pribadi.


Terkait dengan legitimasi penembakan yang disampaikan Waka Polres Donggala, sangat tendensius dan cenderung membela investasi dan kesalahan anggotanya. */HID


www.harianmercusuar.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar