Teror terhadap warga di kecamatan Balaesang Tanjung belum juga berhenti. Sudah memasuki hari ke- 24 puasa, teror masih terus berlangsung. Kemarin, kamis 9 Agustus 2012 seorang warga kembali di datangi oleh dua orang kaki tangan PT.Cahaya Manunggal Abadi ( PT.CMA) yang di ketahui bernama Jn dan Bn. Kedatangan kedua orang tersebut meminta warga agar menyerahkan diri ke kantor polisi resort Donggala. Sebab besok ( jumat, 10 Agustus 2012 ) polisi akan datang melakukan penggrebekan semua rumah warga yang hingga saat ini belum mau menyerahkan diri. Menurut Jn dan Bn, jika polisi datang untuk melakukan penangkapan dan mereka masih di temui di rumah masing-masing maka akan di tembak mati.
Sebelum peristiwa diatas, seorang warga Balaesang Tanjung yang salah satu anggota keluarganya di tangkap oleh polisi menuturkan, bahwa keluarga mereka juga di datangi oleh polisi. Kedatangan polisi tersebut memaksa agar pihak keluarga mengakui barang bukti milik anggota keluarga yang berada dalam tahanan kepolisian. Dengan nada agak mengancam, “ jika tidak di akui barang bukti tersebut maka mereka akan mempersulit keluarga tersebut.
Teror ini juga berimbas pada kenyamanan warga Balaesang Tanjung dalam melakukan ibadah pada bulan Ramadhan. Sejak tragedi penembakan polisi terhadap warga, jumlah jama’ah shalat tarwih dan shalat jumat sangat minim, paling banyak satu saf ( baris ). Pada malam tarwih pertama yang melakukan shalat tarwih hanya 5 orang laki-laki. Karena baru kali ini terjadi selama hidup di Balaesang Tanjung, malam itu mereka hanya bisa menangis sedih atas kondisi ini. Terang seorang warga Balaesang yang menyaksikan situasi tersebut.
“ Ketika kebebasan warga dalam menjalankan ibadah sudah terganggu. Bukankah ini bagian dari pelanggaran HAM ? Sebaiknya para ulama dan tokoh-tokoh agama Islam harus bersuara dan merespon hal ini, jangan hanya diam.. !! ”. Polisi harus keluar dari Balaesang Tanjung, mereka membuat kami tidak nyaman untuk menjalankan ibadah. Demikian ungkapan seorang warga Balaesang dengan raut wajah yang agak kecewa.
( Wawancara dengan warga Balaesang Tanjung )
Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kemanusiaan Dan Anti Kekerasan
Sebelum peristiwa diatas, seorang warga Balaesang Tanjung yang salah satu anggota keluarganya di tangkap oleh polisi menuturkan, bahwa keluarga mereka juga di datangi oleh polisi. Kedatangan polisi tersebut memaksa agar pihak keluarga mengakui barang bukti milik anggota keluarga yang berada dalam tahanan kepolisian. Dengan nada agak mengancam, “ jika tidak di akui barang bukti tersebut maka mereka akan mempersulit keluarga tersebut.
Teror ini juga berimbas pada kenyamanan warga Balaesang Tanjung dalam melakukan ibadah pada bulan Ramadhan. Sejak tragedi penembakan polisi terhadap warga, jumlah jama’ah shalat tarwih dan shalat jumat sangat minim, paling banyak satu saf ( baris ). Pada malam tarwih pertama yang melakukan shalat tarwih hanya 5 orang laki-laki. Karena baru kali ini terjadi selama hidup di Balaesang Tanjung, malam itu mereka hanya bisa menangis sedih atas kondisi ini. Terang seorang warga Balaesang yang menyaksikan situasi tersebut.
“ Ketika kebebasan warga dalam menjalankan ibadah sudah terganggu. Bukankah ini bagian dari pelanggaran HAM ? Sebaiknya para ulama dan tokoh-tokoh agama Islam harus bersuara dan merespon hal ini, jangan hanya diam.. !! ”. Polisi harus keluar dari Balaesang Tanjung, mereka membuat kami tidak nyaman untuk menjalankan ibadah. Demikian ungkapan seorang warga Balaesang dengan raut wajah yang agak kecewa.
( Wawancara dengan warga Balaesang Tanjung )
Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kemanusiaan Dan Anti Kekerasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar