#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Rabu, 29 Agustus 2012

Penyiksaan Terhadap Warga Balaesang Tanjung, Pelanggaran HAM Serius

Apapun alasannya dan bagaimana pun permasalahannya, tindakan penyiksaan tidak boleh ada yang membenarkan-nya. Seperti halnya yang dialami oleh beberapa warga di kecamatan Balaesang Tanjung, kabupaten Donggala, propinsi Sulawesi Tengah.

Tindakan penyiksaan fisik berupa pemukulan dan penyetruman dilakukan saat proses penyelidikan oleh pihak kepolisian di kantor kepolisian sektor Sirenja di desa Tompe kecamatan Sirenja.

Rasa sakit, trauma masih terasa dan terlihat dari wajah Muksin, saat mereka akan menghadiri proses sidang pra peradilan di kantor pengadilan negeri Donggala yang diajukan oleh koalisi Balaesang Tanjung (Kasub) terhadap pihak kepolisian di daerah tersebut. “ Saya dipukul pada bagian wajah lalu badan saya disetrum supaya saya mengakui terlibat dalam peristiwa tanggal 17 Juli 2012, tetapi saya tidak mau mengakuinya karena memang saya tidak ikut”. Jelasnya sebelum menghadiri sidang. Kemudian Muksin dilepaskan karena tak terbukti melakukan tindakan kriminal yang dituduhkan oleh polisi.
Adanya penyiksaan yang dialami oleh beberapa warga di kecamatan Balaesang Tanjung atas nama penyelidikan, berita acara wawancara maupun penanganan unjuk rasa adalah sebuah realitas yang sungguh memprihatinkan. Pengakuan dua dari beberapa orang warga atas tindakan penyiksaan yang mereka alami yang dilakukan oleh pihak kepolisian terungkap dihadapan hakim Pengadilan Negeri Donggala adalah fakta yang tak terbantahkan tentang bagaimana proses penegakan hukum pasca tragedi berdarah di kecamatan Balaesang Tanjung, kabupaten Donggala, propinsi Sulawesi Tengah.

Apakah proses hukum yang diawali dengan proses penyelidikan dibenarkan melakukan tindakan penyiksaan untuk mencari sebuah kebenaran ? bukankah ini bentuk tindakan yang mengabaikan asas pra duga tak bersalah ? Dalam Pasal 5 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, secara tegas menyatakan bahwa “Tidak seorang pun dapat dijadikan sasaran penyiksaan atau perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat.”

Olehnya apapun alasannya, bentuk tindakan penyiksaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap beberapa warga di kecamatan Balaesang Tanjung adalah pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius.


Di Sampaikan Oleh :
Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kemanusiaan Dan Anti Kekerasan
Jl. Tanjung Satu No 59 Kec. Lolu Selatan ( 0451 – 425489 )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar