#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Kamis, 09 Agustus 2012

Tragedi Berdarah Balaesang Tanjung : Penganiayaan dan Intimidasi Terhadap Seorang Mahasiswa UNTAD Di Rumah Anggota DPRD Donggala

Sebelum tragedi berdarah yang menewaskan Sando Alias Masdudin (50) dan 4 orang warga lainnya yang mengalami luka tembak di kecamatan Balaesang Tanjung, ternyata tekanan terhadap warga Balaesang Tanjung telah berlangsung. Ini terungkap setelah tragedi berdarah tersebut terjadi.

Seorang mahasiswa Universitas Tadulako (UNTAD) Palu Fakultas Pertanian berinisial AM, menjadi salah satu korban penganiayaan dan intimidasi oleh pihak – pihak yang menjadi kaki tangan PT. Cahaya Manunggal Abadi ( PT.CMA).

Penganiayaan dan intimidasi tersebut, dilakukan di sekitar rumah pribadi seorang anggota DPRD Donggala bernama Gosetra Mutaher. Peristiwa ini pada bulan Juni 2012, terang seorang warga Balaesang Tanjung yang tidak mau di sebutkan namanya. AM saat itu sedang mengendarai motor. Tiba-tiba AM berhenti karena handphone-nya berbunyi. Ternyata AM melihat ada SMS ( Short Message Service ) yang masuk. Saat AM sedang asyik membaca SMS, secara tiba-tiba kepala AM dipukul dari arah belakang hingga helm yang digunakan-nya pecah. AM jatuh dari atas motor dan tersungkur di jalan raya. Belum sempat terbangun, kembali AM di tendang oleh orang yang berbeda, sambil mengeluarkan kata-kata “ kau mata-mata “ (spy).
Masih dalam keadaan tersungkur, AM di seret ke dalam sebuah rumah yang tak jauh dari tempat kejadian. Ternyata rumah salah seorang anggota DPRD Donggala yang bernama Gosetra Mutaher. Saat AM di teras rumah tersebut, tiba-tiba lagi AM di tampar wajahnya dari arah belakang. Di teras rumah tersebut AM melihat Gosetra Mutaher, Ali Rida (seorang mantan kaur pemerintahan desa Malei, kecamatan Balaesang Tanjung), Abd. Rauf ( Ketua BPD desa Malei ) dan beberapa orang lainnya yang selama ini di kenal mendukung (pro) PT.CMA masuk.

Dalam keadaan ketakutan dan kesakitan, AM di paksa oleh Gosetra Mutaher agar mengakui bahwa dia adalah mata-mata (spy). Dengan nada ancaman, bila AM tidak mengakui maka AM akan di tahan di rumah tersebut. Karena AM memang bukan seorang mata-mata, maka AM menolak untuk mengakui tuduhan tersebut.

Tidak lama kemudian seorang polisi datang. Yang belakangan kemudian diketahui bernama Hisbulah. Polisi tersebut menerangkan kepada AM bahwa dia-lah yang melakukan proses BAP (Berita Acara Pidana ) terhadap bapak AM di kantor POLRES (Kepolisian Resort) Donggala. Polisi itu pun juga memaksa AM agar mengakui bahwa AM adalah mata-mata (spy).

Karena AM tetap bersikukuh bahwa dia bukan mata-mata seperti yang di tuduhkan, maka oleh polisi tersebut menawarkan AM untuk di antar kembali kerumahnya menggunakan mobil. Ternyata, AM bukan di antar langsung kembali kerumahnya namun AM di bawa ke kantor Kepolisian Sektor Palu Timur ( Polsek Palu Timur ).

Tiba di kantor Polsek Palu Timur, AM di sodorkan secarik kertas yang berisi surat pernyataan perdamaian dengan para pelaku pemukulan yang bernama Kurdi dan Kurais. Karena AM ketakutan, akhirnya AM menandatangani surat tersebut yang juga di saksikan oleh Ali Rida (seorang mantan kaur pemerintahan desa Malei, kecamatan Balaesang Tanjung). Setelah menandatanganii surat tersebut, kemudian AM di antar pulang ke rumahnya.

Ke esokan harinya, AM melaporkan peristiwa pemukulan tersebut ke kantor POLDA Sulteng (Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah) karena bibir bagian dalam pecah, dadanya memar dan pada bagian belakang AM juga terasa kesakitan. Setelah melapor, kemudian dilakukan proses visum. Menjelang malam, AM merasa pusing dan akhirnya harus di rawat inap di rumah sakit tentara (RUMKIT) Palu, selama dua hari. Namun, hingga saat ini, pihak Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (POLDA Sulteng) belum menindaklanjuti laporan AM, atas kasus penganiayaan dan intimidasi yang di alaminya.

Sekarang ini, pihak kepolisian terus melakukan penangkapan beberapa warga, yang oleh polisi menyebutnya para pelaku anarki ( Dalam Laporan Kapolda Kepada Kapolri). Sudah menjadi rahasia umum di Balaesang Tanjung, bila penangkapan atas beberapa warga Balaesang Tanjung, tak terlepas atas petunjuk mereka yang telah melakukan penganiayaan dan intimidasi terhadap AM.

( Sumber : Wawancara Warga Balaesang Tanjung )




1 komentar:

  1. ini bener2 kebiadaban aparat keamanan aku sdh muak dengan kelakuanya yang memalukan

    BalasHapus