politikindonesia - Ancaman kekeringan di dunia semakin meningkat. Secara global, saat ini, 1 dari 4 orang di dunia kekurangan air minum, dan 1 dari 3 orang tidak mendapat sanitasi yang layak. Pada abad 21 mendatang, air akan menjadi masalah besar dunia karena krisis air akan meningkat. Diprediksi, duapertiga dari penduduk dunia pada 2050 nanti akan kekurangan air.
Kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, kepada pers, di Jakarta, Jumat (31/08), di Indonesia krisis air mengalami hal yang sama.
“Saat musim kemarau, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sudah mengalami defisit air sejak 1995. Defisit air terjadi selama 7 bulan pada musim kemarau. Surplus air berlangsung 5 bulan saat penghujan.”
Sutopo bilang, diproyeksikan tahun 2020 potensi air yang layak dikelola tinggal 35 persen. Jumlah 400 m3/kapita/tahun. Angka ini, sebutnya, jauh dari standar minimum dunia 1.100 m3/kapita/tahun.
Dibeberkan, sejak tahun 2003, terdapat 77 persen kab/kota di Jawa yang memiliki defisit air selama 1-8 bulan dalam setahun. Bahkan, 36 kab/kota mengalami defisit air 5-8 bulan dalam setahun. “Jadi bukan hal yang aneh jika saat ini terjadi dampak kekeringan, khususnya di Jawa.”
Distribusi air, hujan buatan, pengeboran sumur adalah solusi singkat. Upaya itu belum mengatasi masalah krisis air tuntas. Diperlukan upaya penyediaan air secara besar-besaran. Pembangunan waduk, bendung, embung, dan pengelolaan DAS dipercaya dapat mengatasi masalah tersebut. Namun, pembangunan seperti itu perlu dukungan politik, dana besar dan partisipasi masyarakat yang besar. “Pembangunan waduk besar saat ini sulit dilakukan di Jawa," imbuh Sutopo.
Pada masa mendatang diprediksi, penurunan tingkat curah hujan akan terus terjadi. Meningkatnya pencemaran air, kerusakan lingkungan, dan bertambahnya penduduk akan makin mempersulit penyediaan air bersih di pulau Jawa. Partisipasi masyarakat perlu didorong melalui ekonomi kerakyatan yang langsung memberikan peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Sutopo mengatakan, pembangunan embung dan waduk kecil di sungai-sungai orde 1 perlu dibangun di banyak tempat. Upaya ini bisa mengatasi kekeringan yang rutin tiap tahun. Jika tidak maka kekeringan berkelanjutan yang ada. (kap/rin/nis)
Kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, kepada pers, di Jakarta, Jumat (31/08), di Indonesia krisis air mengalami hal yang sama.
“Saat musim kemarau, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sudah mengalami defisit air sejak 1995. Defisit air terjadi selama 7 bulan pada musim kemarau. Surplus air berlangsung 5 bulan saat penghujan.”
Sutopo bilang, diproyeksikan tahun 2020 potensi air yang layak dikelola tinggal 35 persen. Jumlah 400 m3/kapita/tahun. Angka ini, sebutnya, jauh dari standar minimum dunia 1.100 m3/kapita/tahun.
Dibeberkan, sejak tahun 2003, terdapat 77 persen kab/kota di Jawa yang memiliki defisit air selama 1-8 bulan dalam setahun. Bahkan, 36 kab/kota mengalami defisit air 5-8 bulan dalam setahun. “Jadi bukan hal yang aneh jika saat ini terjadi dampak kekeringan, khususnya di Jawa.”
Distribusi air, hujan buatan, pengeboran sumur adalah solusi singkat. Upaya itu belum mengatasi masalah krisis air tuntas. Diperlukan upaya penyediaan air secara besar-besaran. Pembangunan waduk, bendung, embung, dan pengelolaan DAS dipercaya dapat mengatasi masalah tersebut. Namun, pembangunan seperti itu perlu dukungan politik, dana besar dan partisipasi masyarakat yang besar. “Pembangunan waduk besar saat ini sulit dilakukan di Jawa," imbuh Sutopo.
Pada masa mendatang diprediksi, penurunan tingkat curah hujan akan terus terjadi. Meningkatnya pencemaran air, kerusakan lingkungan, dan bertambahnya penduduk akan makin mempersulit penyediaan air bersih di pulau Jawa. Partisipasi masyarakat perlu didorong melalui ekonomi kerakyatan yang langsung memberikan peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Sutopo mengatakan, pembangunan embung dan waduk kecil di sungai-sungai orde 1 perlu dibangun di banyak tempat. Upaya ini bisa mengatasi kekeringan yang rutin tiap tahun. Jika tidak maka kekeringan berkelanjutan yang ada. (kap/rin/nis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar