HARIANMERCUSUAR.COM - Warga Kota Palu hendaknya waspada untuk mengonsumsi ikan yang berasal dari Teluk Palu. Hasil penelitian terbaru menyebutkan, ikan-ikan tangkapan nelayan Teluk Palu sudah tercemar limbah merkuri yang bersumber dari tambang emas tradisional Poboya.
Selama penelitian dilakukan, ada tiga jenis ikan yang diambil sebagai sampel, dengan panjang dan berat variatif. Ikan kerung-kerung yang memiliki panjang antara 11-21 centimeter dan berat antara 16-154 gram, rata-rata tercemar 0,115 nanogram per miligram (terendah 0,030 nanogram/miligram dan tertinggi 0,221 nanogram/miligram). Ikan bete-bete dengan panjang 8,5 centimeter dengan berat 9,2 gram terdeteksi mengandung 0,013 nanogram/miligram.
Selain terjadi konsentrasi pencemaran pada ikan di Teluk Palu, dalam setahun terjadi peningkatan kandungan merkuri pada udara di pusat Kota Palu. Dari dua titik sampel yang diperiksa pada akhir Juli 2011, kandungan merkuri pada udara di seputaran Jalan Sultan Hasanuddin dan Jalan Gajah Mada, telah mencapai 4.000 nanogram atau melonjak drastis dari kandungan udara pada penelitian tahun 2010, yang hanya mencapai 56 nanogram dan 64 nanogram.
Sementara itu kadar merkuri pada udara di areal tambang emas, khususnya di tempat-tempat tromol di Poboya dan sekitarnya, justru mengalami penurunan. Pada penelitian yang dilakukan tahun 2010, kadar merkuri pada udara di wilayah itu mencapai 47.237 nanogram per meter kubik. Sementara hasil penelitian terbaru (Juli 2011), kadarnya menurun antara 25.000 nanogram hingga 30.000 nanogram.
Demikian halnya kandungan merkuri ada udara di sekitar kampus Universitas Tadulako Tondo yang meningkat menjadi 300 nanogram, dibanding tahun lalu yang hanya berkisar 89 nanogram. “Artinya konsentrasi merkuri di udara Palu saat ini beralih ke pusat Kota Palu,” kata Isrun Nur yang menjadi pendamping peneliti dari Universitas Tadulako, Senin (8/8).
Menurut Isrun, penelitian terhadap kandungan merkuri baik pada udara maupun air di Palu tersebut, dilakukan oleh beberapa tenaga peneliti dari Jepang. Masing-masing Prof Dr Eng Tomori Kawakami dari Toyama Prefectural University, Jepang; Dr Eng Takanobu Inoue dari Toyoyashi University Technology, Jepang dan Prof Dr Eng nagafuchi Osamu dari University of Shija Prefecture, Jepang.
Ketiga ilmuwan Jepang ini mengambil 17 titik penelitian, mulai dari kampus Universitas Tadulako Tondo, Kantor Mapolda Tondo, Kelurahan Poboya, Jalan Muhammd Yamin, Jalan Dewi Sartika, Jalan Towua, Jalan Sultan Hasanuddin, Jalan Gajah Mada hingga wilayah Kelurahan Donggala Kodi.
Kandungan merkuri dari hasil penelitian ini secara jelas mengindikasikan jika udara Palu telah tercemar, bahkan telah melampaui ambang batas. Dimana Jepang menetapkan 40 nanogram, sementara WHO 1.000 nanogram.
Sementara itu, penelitian juga dilakukan terhadap air di Palu. Bedanya, pada dua kali penelitian yang dilakukan pada 3 Agustus 2010 dan 28 Oktober 2010, terjadi penurunan kadar merkuri pada sejumlah sampel yang diteliti.
Menurut Isrun, para peneliti asal Jepang tersebut dipimpin Prof Dr Eng Tomori Kawakami dari Toyama Prefectural University kembali akan mengunjungi Palu untuk memaparkan hasil penelitiannya terhadap kandungan merkuri di Palu. Pemaparan hasil penelitian yang dilakukan pada Juli lalu itu dijadwalkan akan digelar pada sebuah simposium yang menghadirkan para ahli lingkungan pada 17 September mendatang.
Pada 27 Juni 2011, Yuyun Ismawati, peneliti asal Universitas Oxford, Inggris, bersama rekannya, Abel Felix dari Ban Toxies Filipina, menyebutkan bahwa konsentrasi merkuri tertinggi terjadi di dua lokasi pusat pengoperasian tromol di Poboya, Palu Timur, dengan masing-masing 4.050 dan 5.986 nanogram per meter kubik. Ini hanya angka rata-rata. Di beberapa titik, kata dia, kadar merkuri bahkan mencapai 50 ribu nanogram.
Sementara itu, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Palu kurang yakin dengan hasil penelitian terhadap kandungan air yang diekspos Badan Lingkungan Hidup (BLH) Palu belum lama ini. Untuk meyakinkan itu, PDAM Kota Palu mengirim tujuh sampel air ke Balai Besar Laboratorium Kesehatan di Makassar. Demikian dikemukakan Direktur PDAM Kota Palu Zain Mardan, Senin (8/8).
“Kami mengirim contoh air dari tiga pabrik pengolahan air di Palu, yaitu pabrik di Poboya, Watutela dan Kawatuna. Kami kirim tiga contoh air dari Poboya, dua dari Watutela dan dua lagi dari Kawatuna,” ujar Zain.
Selain itu, PDAM juga telah menutup sirkulasi udara pada pabrik pengolahan air di Kelurahan Poboya, Kecamatan Palu Timur, agar tingkat pencemarannya tidak bertambah. Sirkulasi udara di pabrik Watutela dan Kawatuna belum ditutup, karena masih menunggu hasil laporan laboratorium. “Jika memang positif air Palu tercemar merkuri, saya berharap penertiban kepada para penambang rakyat di Poboya harus segera dilakukan. Sebenarnya serba salah juga. Tapi kalau tidak dilakukan, pastinya masyarakat luas akan semakin dirugikan,” tambahnya. DAR/CR
Meningkatnya konsentrasi merkuri pada udara dan air di Kota Palu, ternyata turut berpengaruh pada kandungan merkuri pada ikan di laut Teluk Palu. Hasil penelitian yang dilakukan peneliti Jepang bersama peneliti dari Universitas Tadulako (Untad) Palu pada Oktober 2010, menemukan konsentrasi limbah merkuri pada air di muara sungai Palu dan ikan-ikan di Teluk Palu.
Selama penelitian dilakukan, ada tiga jenis ikan yang diambil sebagai sampel, dengan panjang dan berat variatif. Ikan kerung-kerung yang memiliki panjang antara 11-21 centimeter dan berat antara 16-154 gram, rata-rata tercemar 0,115 nanogram per miligram (terendah 0,030 nanogram/miligram dan tertinggi 0,221 nanogram/miligram). Ikan bete-bete dengan panjang 8,5 centimeter dengan berat 9,2 gram terdeteksi mengandung 0,013 nanogram/miligram.
Sementara, pada ikan jenis lamotu dengan panjang antara 7,2 -9 centimeter dengan berat antara 4,5 -9,4 gram, rata-rata tercemar 0,044 nanogram/miligram (terendah 0,029 nanogram/miligram dan tertinggi 0,052 nanogram/miligram).
Selain terjadi konsentrasi pencemaran pada ikan di Teluk Palu, dalam setahun terjadi peningkatan kandungan merkuri pada udara di pusat Kota Palu. Dari dua titik sampel yang diperiksa pada akhir Juli 2011, kandungan merkuri pada udara di seputaran Jalan Sultan Hasanuddin dan Jalan Gajah Mada, telah mencapai 4.000 nanogram atau melonjak drastis dari kandungan udara pada penelitian tahun 2010, yang hanya mencapai 56 nanogram dan 64 nanogram.
Sementara itu kadar merkuri pada udara di areal tambang emas, khususnya di tempat-tempat tromol di Poboya dan sekitarnya, justru mengalami penurunan. Pada penelitian yang dilakukan tahun 2010, kadar merkuri pada udara di wilayah itu mencapai 47.237 nanogram per meter kubik. Sementara hasil penelitian terbaru (Juli 2011), kadarnya menurun antara 25.000 nanogram hingga 30.000 nanogram.
Demikian halnya kandungan merkuri ada udara di sekitar kampus Universitas Tadulako Tondo yang meningkat menjadi 300 nanogram, dibanding tahun lalu yang hanya berkisar 89 nanogram. “Artinya konsentrasi merkuri di udara Palu saat ini beralih ke pusat Kota Palu,” kata Isrun Nur yang menjadi pendamping peneliti dari Universitas Tadulako, Senin (8/8).
Menurut Isrun, penelitian terhadap kandungan merkuri baik pada udara maupun air di Palu tersebut, dilakukan oleh beberapa tenaga peneliti dari Jepang. Masing-masing Prof Dr Eng Tomori Kawakami dari Toyama Prefectural University, Jepang; Dr Eng Takanobu Inoue dari Toyoyashi University Technology, Jepang dan Prof Dr Eng nagafuchi Osamu dari University of Shija Prefecture, Jepang.
Ketiga ilmuwan Jepang ini mengambil 17 titik penelitian, mulai dari kampus Universitas Tadulako Tondo, Kantor Mapolda Tondo, Kelurahan Poboya, Jalan Muhammd Yamin, Jalan Dewi Sartika, Jalan Towua, Jalan Sultan Hasanuddin, Jalan Gajah Mada hingga wilayah Kelurahan Donggala Kodi.
Kandungan merkuri dari hasil penelitian ini secara jelas mengindikasikan jika udara Palu telah tercemar, bahkan telah melampaui ambang batas. Dimana Jepang menetapkan 40 nanogram, sementara WHO 1.000 nanogram.
Sementara itu, penelitian juga dilakukan terhadap air di Palu. Bedanya, pada dua kali penelitian yang dilakukan pada 3 Agustus 2010 dan 28 Oktober 2010, terjadi penurunan kadar merkuri pada sejumlah sampel yang diteliti.
Menurut Isrun, para peneliti asal Jepang tersebut dipimpin Prof Dr Eng Tomori Kawakami dari Toyama Prefectural University kembali akan mengunjungi Palu untuk memaparkan hasil penelitiannya terhadap kandungan merkuri di Palu. Pemaparan hasil penelitian yang dilakukan pada Juli lalu itu dijadwalkan akan digelar pada sebuah simposium yang menghadirkan para ahli lingkungan pada 17 September mendatang.
Pada 27 Juni 2011, Yuyun Ismawati, peneliti asal Universitas Oxford, Inggris, bersama rekannya, Abel Felix dari Ban Toxies Filipina, menyebutkan bahwa konsentrasi merkuri tertinggi terjadi di dua lokasi pusat pengoperasian tromol di Poboya, Palu Timur, dengan masing-masing 4.050 dan 5.986 nanogram per meter kubik. Ini hanya angka rata-rata. Di beberapa titik, kata dia, kadar merkuri bahkan mencapai 50 ribu nanogram.
KIRIM SAMPEL
Sementara itu, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Palu kurang yakin dengan hasil penelitian terhadap kandungan air yang diekspos Badan Lingkungan Hidup (BLH) Palu belum lama ini. Untuk meyakinkan itu, PDAM Kota Palu mengirim tujuh sampel air ke Balai Besar Laboratorium Kesehatan di Makassar. Demikian dikemukakan Direktur PDAM Kota Palu Zain Mardan, Senin (8/8).
“Kami mengirim contoh air dari tiga pabrik pengolahan air di Palu, yaitu pabrik di Poboya, Watutela dan Kawatuna. Kami kirim tiga contoh air dari Poboya, dua dari Watutela dan dua lagi dari Kawatuna,” ujar Zain.
Selain itu, PDAM juga telah menutup sirkulasi udara pada pabrik pengolahan air di Kelurahan Poboya, Kecamatan Palu Timur, agar tingkat pencemarannya tidak bertambah. Sirkulasi udara di pabrik Watutela dan Kawatuna belum ditutup, karena masih menunggu hasil laporan laboratorium. “Jika memang positif air Palu tercemar merkuri, saya berharap penertiban kepada para penambang rakyat di Poboya harus segera dilakukan. Sebenarnya serba salah juga. Tapi kalau tidak dilakukan, pastinya masyarakat luas akan semakin dirugikan,” tambahnya. DAR/CR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar