#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Senin, 17 September 2012

Nenek Lumpuh, Hidup Terkucil di Tengah Hutan

KOMPAS.com - Kanne Kindo (80), seorang nenek renta di Polewali Mandar, Sulawesi Barat masih harus berjuang seorang diri dalam menjalani hidupnya di tengah keterasingan dan kondisi lumpuh.

Hidup di dalam gubuk berukuran 2x1,5 meter di tengah hutan di Desa Luyo, Kecamatan Luyo, Polewali Mandar sudah sejak puluhan tahun silam dijalaninya. Gubuk itu hanya disanggah dengan empat buah tiang kayu dengan dinding dan atap dari pelepah nipah.

Bukan tanpa alasan Kanne tersisih di tengah hutan. Puluhan tahun silam, ia sendiri yang memilih untuk menyingkir dari pergaulan warga karena menderi sakit kusta. Kini, meski telah dinyatakan sembuh, karena sempat mendapat penanganan petugas medis, Kanne tetap bertahan di tengah hutan, seorang diri.

Ia sudah tak tahu di mana sanak keluarganya. Nenek ini mengaku pernah mempunyai suami dan dua orang anak. Namun sejak lama Kanne tak pernah bertemu lagi. Kanne pun hanya mengigat nama anak dan sejumlah keluarga dekatnya, namun tak tahu apa nama kampung halamannya.

Dulu ketika masih kuat dan masih bisa berjalan, Kanne bekerja menghidupi dirinya sendiri dengan cara mencari buah-buahan, kelapa, atau tumbuhan liar di dalam hutan. Namun setelah menderita kelumpuhan, Kanne kini hanya bisa berdiam diri di dalam gubuknya. Jangankan berjalan dan turun dari rumah, menggerakkan badannya saja sulit.

Hidup Kanne kini hanya bergantung pada belas kasihan orang yang kebetulan melintas di muka gubuknya. Ketika, tak ada warga yang datang, Kanne hanya makan pisang rebus pemberian warga yang disimpan, karena memang bisa bertahan lebih lama. Namun tak jarang ia harus berpuasa jika tak ada lagi warga yang melintas.

"Saya bersedia pindah asal tidak ada warga yang keberatan atau tidak jijik menerima kehadiran saya," ujar Kanne lirih saat ditanya apakah dia bersedia pindah ke dekat pemukiman warga.

Rusdi, warga setempat menyatakan, jika Kanne tinggal di sekitar pemukiman penduduk, maka akan mudah bagi warga untuk memberi pertolongan. Rusdi bahkan bersedia menyediakan lokasi di sekitar rumahnya untuk menampung kehadiran sang nenek. "Saya akan diskusikan dulu dengan Pak (Kepala) desa dan masyarakat apakah mereka keberatan jika nenek ini dipindah ke sekitar pemukiman penduduk," ujar Rusdi saat menjenguk sang nenek belum lama ini.

Sebelumnya, pemerintah desa setempat mengaku kesulitan mempertemuan keluarga besarnya agar bisa merawat sang nenek lebih baik di masa tua, karena sang nenek sendiri sudah tak ingat lagi kampung halamannya.
 
Kontributor Polewali, Junaedi 
Editor : Glori K. Wadrianto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar