#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Rabu, 07 November 2012

RENCANA PERTAMBANGAN DI PULAU RAWAN BENCANA

Palu, Sulawesi Tengah
Pengelolaan sumberdaya agraria dan sumberdaya alam yang berlangsung di Sulawesi Tengah telah nyata berdampak pada penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan dalam struktur penguasaan, kepemilikan serta penggunaan dan pemanfaatannya menimbulkan konflik.


Saat ini, dataran wilayah propinsi Sulawesi Tengah berada dalam kepungan para investor pertambangan. Para Bupatinya berlomba-lomba mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang jelas menggambarkan egoisme struktural yang sektoral. Fenomena ini sungguh memprihatinkan sebab prespektif usaha pertambangan hanya sebatas pada mekanisme yang diatur oleh undang-undang, peraturan pemerintah serta pertimbangan teknis.

Di kabupaten Donggala dalam program “ Penanganan Kawasan Mineral Logam “ dari tahun 2011 hingga tahun 2031 kedepan, rencana pertambangan akan diproyeksikan di sebelas (11) kecamatan, salah satunya yang berada di kecamatan Balaesang Tanjung.

Oleh pemerintah daerah di kabupaten Donggala menjelaskan bahwa aktivitas perusahaan sudah sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang diatur oleh undang-undang dan peraturan pemerintah. Padahal proses politik lebih kental dari sekedar menunaikan kewajiban atas nama mekanisme dan prosedur yang faktanya dilapangan telah menimbulkan korban jiwa.

Celakanya, saat terjadinya korban jiwa bukanlah hal yang dipertimbangkan. Bupati Donggala selalu berdalih dan berusaha meyakinkan masyarakatnya bahwa usaha pertambangan akan dikelola secara ramah lingkungan. Ini adalah pembohongan publik. Sebab hingga hari ini, belum ditemukan usaha pertambangan yang mampu membuktikan pengelolaan pertambangan yang ramah lingkungan, fakta yang ditemukan adalah pencemaran di Buyat, Minamata, tenggelamnya sebagian wilayah kecamatan di Sidoarjo (lumpur lapindo), dan yang paling dekat adalah pertambangan poboya dan pencemaran lingkungan di wilayah Morowali.

Sebelum Pemerintah Kabupaten Donggala melangkah jauh dalam merencanakan perlu diingatkan bahwa kecamatan Balaesang Tanjung merupakan kawasan rawan longsor, rawan banjir dan rawan bencana alam gempa dan tsunami.

Dalam “ PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011 ” Kaharuddin MS dan kawan-kawan menjelaskan sekaligus mengingatkan bahwa pulau Sulawesi terletak pada zona pertemuan diantara tiga pergerakan lempeng besar yaitu pergerakan lempeng Hindia Australia dari selatan dengan kecepatan rata 7 cm/tahun, lempeng Pasifik dari timur dengan kecepatan sekitar 6 cm/tahun dan lempeng Asia bergerak relatif pasif ke tenggara. Posisi Sulawesi yang berada pada kawasan lempeng tektonik microplate sangat rawan terhadap gerakan dan benturan ketiga lempeng bumi tersebut yang akan menimbulkan fenomena geologi dan dampak merugikan pada kehidupan manusia, terutama ancaman gempa dan tsunami yang disetiap saat dapat terjadi. Selengkapnya dapat dilihat pada : http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/22/Tektonik%20Tsunami%20SULAWESI.pdf?sequence=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar