#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Rabu, 26 Desember 2012

Koleksi Museum Sulteng Capai 1.460 Buah

RADARSULTENG.co.id - Hingga saat ini, museum negeri Sulawesi Tengah sudah memiliki 1.760 koleksi, yang terdiri dari berbagai kelas. Koleksi terbanyak ada pada kelas etnografika yakni sebanyak 5.276 buah, dan yang paling minim jumlah koleksinya yakni teknografika hanya sekitar lima buah koleksi. 

Kepala Seksi Pelestarian, Drs Djabar Gani, sejauh ini koleksi yag terinventarisir di Museum Negeri Sulawesi Tengah terbagi dalam sepuluh kelas koleksi. “Yaitu geologika, biologika, etnografika, arkeologika, historika, nomismatika, filologika, keramologika, seni rupa, dan teknologi,”tandasnya. 

Dikatakannya, saat ini koleksi geologika berjumlah 52 buah, biologika 22 buah, etnografika 5.276 buah, arkeologika 616 buah, historika 210 buah, nomismatika 429 buah, Filologika 27 buah, keramologika 805 buah, seni rupa 16 buah, dan teknologi lima buah koleksi. “jumlah tesebut sudah termasukj tambahan 15 koleksi di tahun 2012 yakni pada etnografika dan nomismatika,”tandas Djabar. 

Seluruh koleksi yang ada, juga sudah mengcover seluruh wilayah Sulteng yang dulunya sebelum otonomi masih didominasi oleh empat Kabupaten. Namun, yang terbanyak berasal dari Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso. 

Selama ini, kata Djabar, Museum yang kini berada dibawah kepemimpinan Dra Muslimah Msi ini, masih terus giat melakukan penambahan koleksi. Biasanya, penambahan koleksi dilakukan dengan dua cara yaitu dengan terlebih dahulu melakukan survey ke daerah atau terkadang pula datang melalui inisiatif kolektor yang mau menyerahkan koleksinya ke Museum. 

“Kadang ada yang datang ke kami untuk memperlihatkan dan menjual koleksinya kepada kami, tapi kami juga selektif, tidak lansung terima begitu saja, di lihat dulu apakah barang tersebut pantas untuk dimasukan ke musem atau tidak,”katanya. 

Kalau untuk koleksi survey, pihaknya selalu beranjak dari informasi yang diberikan masyarakat tentang keberadaan benda-benda peninggalan tertentu. Tim akan turun untuk meneliti kembali keberadaan dan keabsahan koleksi tersebut. Jika dana pengadaan dimungkinkan untuk langsung memperoleh benda tersebut maka akan langsung diakomodir. “Kalau belum, misalnya orangnya minta 5 juta sementara dana tidak lagi mencukupi, yah kami minta disimpan untuk sementara jangan diberikan ke orang lain, kami anggarkan untuk pengadaan tahun depannya,”kata Djabar.
Saat ini harus diakui, tambahnya, anggaran pengadaan koleksi tergolong minim, berbeda halnya dengan anggaran yang diberikan sebelum otonomi. 

Salah satu jenis koleksi yang masih sulit diperoleh adalah hewan yang diawetkan. Ini dikarenakan, metode pengawetan hewan yang obatnya masih sulit didapatkan di Sulteng. “Beda dengan di Surabaya misalnya memiliki susuk hewan obat-obatnya banyak di apotik, jadinya kita disini masih belum bisa mengadakan seperti itu,”katanya. 

Secara berkala, koleksi-koleksi ini diberikan perawatan sesuai kebutuhannya. Namun, beberapa koleksi memang membutuhkan perawatan yang lebih spesifik seperti halnya piringan tembaga, dan koleksi-koleksi dari logam dan besi. (nhr)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar