HARIANMERCUSUAR.com - Akhir Desember 2012, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil)
Kota Palu dalam laporan perkembangan kependudukannya melansir ada
47.493 penduduk Kota Palu yang tidak tamat sekolah dasar (SD). Jika
dipresentasekan sekitar 12,3 persen dari total penduduk. (Laporan: Indar Ismail
)
Data ini buru-buru dibantah Dinas Pendidikan dan Walikota Palu. Kepala Dinas Dukcapil Palu, Burhan Toampo mengatakan jumlah warga Palu yang tidak tamat SD itu diketahui saat warga mengurus kartu keluarga. Sehingga tidak dapat dikatakan warga Kota Palu yang tidak tamat SD adalah usia muda atau usia sekolah, melainkan usia wajib pemilik Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang sudah dewasa atau tua. Ia membandingkan dengan data yang ia miliki, jumlah warga Palu yang tidak tamat SD untuk usia 5-9 tahun sebanyak 1.009 ribu jiwa.
Pro kontra soal data ini memang membuat banyak pihak berkelit. Jika
yang dimaksudkan tidak tamat SD adalah anak usia sekolah yang masih
bersekolah, maka dalam kaidah bahasa, diyakini ini keliru. Mungkin yang
dimaksud lebih tepat adalah warga Palu yang belum tamat SD.
Data ini buru-buru dibantah Dinas Pendidikan dan Walikota Palu. Kepala Dinas Dukcapil Palu, Burhan Toampo mengatakan jumlah warga Palu yang tidak tamat SD itu diketahui saat warga mengurus kartu keluarga. Sehingga tidak dapat dikatakan warga Kota Palu yang tidak tamat SD adalah usia muda atau usia sekolah, melainkan usia wajib pemilik Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang sudah dewasa atau tua. Ia membandingkan dengan data yang ia miliki, jumlah warga Palu yang tidak tamat SD untuk usia 5-9 tahun sebanyak 1.009 ribu jiwa.
Dari hingar bingar itu, Mercusuar mendapat data pembanding dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulteng. Data yang diperoleh, pada tahun 2012 dari 77.264 kepala keluarga (KK) di Palu sebanyak 5.124 KK atau 6,6 persen tidak tamat SD. Sedangkan anak usia pendidikan dasar 7-15 tahun yang tidak sekolah di Palu berjumlah 3.108 jiwa atau 6,28 persen dari total usia pendidikan dasar. Bidang advokasi, penerangan dan informasi BKKBN menyatakan data yang diperoleh BKKBN diterima dari petugas penyuluh lapangan BKKBN yang tersebar di Sulteng.
MASALAH DI SULTENG
Secara umum, kependudukan masih menjadi masalah pokok pemerintah daerah di Sulteng, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Berdasarkan data yang disajikan BKKBN
Sulteng, kurun tiga tahun terakhir atau 2010-2012, jumlah penduduk Sulteng bertambah 92.802 dengan penambahan rata-rata per tahun 30.934 jiwa. Secara umum kepala keluarga yang tidak bekerja juga terus menurun. Dari 65.110 KK pada tahun 2010 berkurang menjadi 48.754 KK pada tahun 2012. Penurunan jumlah juga terjadi pada KK yang tidak tamat SD. Dari 110.506 KK yang tidak tamat SD pada tahun 2010, berkurang menjadi 102.238 KK pada tahun 2012. Meski terus berkurang namun jumlah yang masih tersisa tentu tidak boleh lekas dibanggakan sebab bisa saja bertambah jika tidak dituntaskan pemerintah.
Banyaknya KK yang tidak tamat SD tentu membuat kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang layak-- apalagi di sektor formal yang mempersyaratkan ijazah lulusan-- sulit tercapai. Demikian halnya tidak dapat berbuat banyak untuk menginisiasi pendapatan dari sektor non formal. Akibatnya pendapatan yang ada hanya diperoleh dari pekerjaan seadanya dan kebanyakan adalah pekerja kasar dengan upah murah. Tentu ini menjadikan keluarga tersebut akan sulit memenuhi makanan beragam dan bergizi anggota keluarganya. Lebih ironis lagi jika KK itu menganggur, sangat mudah terjebak dalam belitan kemiskinan.
BKKBN Sulteng memang tidak mengenal istilah warga miskin atau keluarga miskin. BKKBN hanya menggolongkan keluarga berdasarkan keluarga pra sejahtera, sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III serta sejahtera III plus. Kata pra sejahtera disebut lebih memartabatkan manusia ketimbang dikatakan keluarga miskin.
Keluarga disebut pra sejahtara apabila belum memenuhi satu dari enam indikator keluarga sejahtera I. Yakni makan dua kali sehari atau lebih; memiliki pakaian berbeda; rumah yang ditempati beratap, lantai dan dinding yang baik; bila anggota sakit dibawa ke sarana kesehatan; pasangan usia subur ingin ber keluarga berencana (KB) dan semua usia 7-15 tahun bersekolah.
Kepala Perwakilan BKKBN Sulteng, Dr Ilham Djafar kepada wartawan baru-baru ini mengatakan angka kelahiran penduduk Sulteng tahun 2012 turun 0,1 persen dari tahun sebelumnya. Yakni dari 3,03 menjadi 3,02. Namun di sisi lain jumlah peserta KB aktif juga menurun. Padahal harapannya penurunan kelahiran penduduk disumbang oleh meningkatnya peserta KB aktif. Pada tahun 2011, 70 persen pasangan usia subur tercatat sebagai peserta KB. Sementara pada tahun 2012 menurun menjadi 69,79 persen.
Dugaan sementara, bisa saja masalah ini dikarenakan jumlah petugas penyuluh lapangan KB di daerah berkurang, terutama di wilayah terpencil, atau kaitannya antara komunikasi, informasi dan edukasi program KB yang belum maksimal. Termasuk peran media yang ke depannya diharapkan terus membantu program-program KB. Namun menurut penulis, masalah kependudukan bukan hanya masalah BKKBN semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar