#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Rabu, 06 Februari 2013

KEGIATAN EKSPLORASI PT.CMA DI BALAESANG TANJUNG HARUS DI TOLAK

Pernyataan ketua Lembaga Adat Desa Malei dan Kepala Desa Malei dimuat disalah satu media online lokal (http://www.harianmercusuar.com/?vwdtl=ya&pid=24959&kid=all) yang memberikan kesempatan kepada PT. Cahaya Manunggal Abadi (CMA) untuk melakukan kegiatan eksplorasi (penelitian) di wilayah Malei dan sekitarnya sampai tahun 2014 merupakan keputusan yang harus di tinjau kembali. 

Sebab di duga keras, keputusan Lembaga Adat Desa Malei dan Kepala Desa Malei tersebut merupakan keputusan tanpa pilihan dan mereka berada dalam situasi dibawah tekanan para pihak yang menginginkan agar PT.CMA terus melakukan aktivitas eksplorasi di kecamatan Balaesang Tanjung. Tragedi berdarah tanggal 17 Juli 2012 yang telah menewaskan Sando alias Masdudin bukan perkara mudah dan seharusnya menjadi pertimbangan bahkan menjadi ukuran kemanusiaan apakah izin eksplorasi tersebut layak untuk dilanjutkan.

Telah menjadi rahasia umum, kasus tewasnya Sando alias Masdudin hingga saat ini belum satupun mengungkapkan identitas aparat kepolisian resort Donggala yang melakukan penembakan. Begitu juga mereka yang tertembak dan telah mengalami penyiksaan. Padahal tragedi berdarah pada 17 Juli 2012 adalah jelas dan nyata telah terjadi sebuah pelanggaran Hak Asasi Manusia yang serius. Sehingga betapa kita tak lagi memperdulikan nilai kemanusiaan dan perjuangan masyarakat Balaesang Tanjung bila harus memutuskan untuk melanjutkan kegiatan eksplorasi di wilayah Balaesang Tanjung khususnya di desa Malei.

Di lakukannya sosialisasi mengenai Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) dan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang dilaksanakan pada 14 Januari 2013 di Desa Malei Kecamatan Balaesang Tanjung semakin menunjukkan dan mempertegas bahwa Bupati Donggala, Habir Ponulele sangat menginginkan dibukanya wilayah pertambangan emas di Balaesang Tanjung, sehingga tak peduli bahwa proses sebelumnya telah menimbulkan korban jiwa. Olehnya mengizinkan proses eksplorasi pertambangan emas di Balaesang Tanjung dilanjutkan adalah sebuah upaya atau strategi untuk memuluskan izin eksploitasi.

Dalam RTRW kabupaten Donggala ditegaskan bahwa wilayah Balaesang Tanjung adalah wilayah yang rawan bencana. Maka keputusan tersebut sangat bertolak belakang dengan keputusan pemerintah daerah kabupaten Donggala mendukung wilayah Balaesang Tanjung menjadi wilayah usaha pertambangan. Hal ini tentu sangat mencurigakan dan seakan – akan adanya skenario penciptaan proyek penanggulangan bencana dan transmigrasi lokal pada masa mendatang di wilayah Balaesang Tanjung. Sebab rencana pembukaan Wilayah Usaha Pertambangan dan Wilayah Pertambangan Rakyat di kecamatan Balaesang Tanjung secara jelas telah mengabaikan pertimbangan ekologis dan secara nyata mengutamakan kepentingan pemodal.

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kemanusiaan Dan Anti Kekerasan
Jl. Tanjung Satu No.59, Kota Palu – Sulawesi Tengah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar