RADARSULTENG.co.id - Aksi demonstasi yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Podi Kecamatan
Tojo Senin (4/3) baru-baru ini, timbul karena masyarakat melihat bahwa
eksploitasi yang dilakukan oleh PT Artaindo Jaya Abadi (AJA) telah
berdampak terhadap kerusakan lingkungan, sehingga dalam aksinya
masyarakat yang berkisaran ratusan orang itu menuntut penghentian
aktivitas pertambangan nikel oleh PT AJA.
Menurut Ichan, salah satu pendemo, penolakan warga beralasan sebab PT
AJA berpotensi menciptakan masalah besar bagi warga Desa Podi. Bahkan
mengancam stabilitas jalannya lalulintas di jalan trans Sulawesi yang
menghubungkan Kabupaten Banggai-Poso-Kota Palu-Makassar. "Warga
khawatir, jika operasi tambang PT AJA terus berlangsung justru memicu
banjir bandang lebih besar. Sebab daerah Podi ini merupakan wilayah yang
begitu terancam bencana Nasional," ujarnya kepada Radar Sulteng di
temui di gedung DPRD, kemarin.
Keinginan warga untuk menghentikan pertambangan yang dilakukan PT AJA,
kata Ichan, sifatnya bukan hanya sementara, tapi warga menginginkan
agar penghentian aktivitas PT AJA berlangsung selamanya. "Sebab
pengerukan yang dilakukan PT AJA ini, telah berdampak pula pada
kerusakan lahan pertanian dan perkebunan warga," katanya.
Kawasan pertambangan PT AJA di Desa Podi, lanjut Ichan, sangat lekat
dengan lokasi tempat pernah tejadinya banjir bandang Tahun 1990-1991
dan tahun 2005 silam, banjir bandang yang menghanyutkan jembatan dan
merendam seluruh rumah hingga warga mengungsi di luar Desa Podi. "Desa
Podi ini termasuk desa yang pernah mengalami bencana skala Nasional,
oleh karena itu pemerintah pusat pernah memberikan perhatiannya dan
menyebutkan bahwa Desa Podi sebagai wilayah waspada. Ironis, September
2012 pemerintah Kabupaten Tojo Unauna memberikan konsesi tambang pada PT
AJA secara mendadak di Desa Podi tanpa banyak diketahui oleh
masyarakat," terangnya.
Tambah Ichan, aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT AJA ini
banyak menuai masalah. Kini, masalahnya lagi air minum di daerah
tersebut mulai tercemar, sementara air tersebut merupakan sumber
kehidupan masyarakat. Bahkan warga mensinyalir izin pelepasan lahan di
daerah tersebut belum ada karena di wilayah tersebut termasuk wilayah
hutan," pungkasnya.(cdy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar