indonesiatimur.co - Menteri Kehutanan RI memberikan persetujuan pinjam pakai kawasan hutan lindung untuk pembangunan jalan baru yang menghubungkan Palu, ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah, dengan Kabupaten Parigi Moutong.
Kepala Dinas Bina Marga Sulawesi Tengah, Syaifullah Djafar, di Palu, Kamis (11/4), mengatakan berdasarkan rencana awal pembangunan jalan tersebut 2006-2008 melintasi taman hutan rakyat (Tahura), hutan lindung dan areal penggunaan lain (APL). Namun setelah diubah sesuai Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) rencana pembangunan jalan tersebut tidak lagi melintas di Tahura.
“Perubahan dilakukan untuk menghindari Tahura tetapi hutan lindung tidak bisa dihindari. Tapi sudah ada persetujuan pinjam pakai kawasan termasuk hutan produksi terbatas,” kata Syaifullah pada acara public expose menuju setengah abad Sulawesi Tengah.
Dia mengatakan rencana pembangunan jalan Palu – Parigi Moutong tersebut awalnya muncul karena adanya
dukungan Inpres Nomor 7/2008 tentang percepatan pembangunan Sulawesi Tengah. Tetapi inpres tersebut tidak memberikan perubahan sehingga hingga kini pembangunan jalan itu tidak terealisasi. “Waktu itu direncanakan butuh anggaran sekitar Rp 800 miliar,” katanya.
Jalan Palu – Parigi Moutong melalui ’kebun kopi’ yang digunakan saat ini merupakan jalur lalu lintas perekonomian yang menghubungkan Sulawesi Tengah bagian barat dengan Sulawesi Tengah bagian timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Sulawesi Utara. Sulawesi Tengah bagian barat memiliki keunggulan akses perdagangan antarpulau karena berhadapan dengan Selat Makassar.
Syaifullah mengatakan, selain dorongan Inpres Nomor 7/2008, rencana pembukaan jalan baru itu juga didorong oleh kondisi keamanan di Sulawesi Tengah khususnya Poso yang belum kondusif ketika itu. Jalan baru Palu-Parigi dianggap bisa mengatasi kelancaran mobilisasi keamanan dari Palu ke Poso karena jarak tempuh yang lebih pendek.
Syaifullah mengatakan setelah muncul program MP3EI untuk kepentingan yang lebih besar maka rencana jalur jalan pun ikut berubah. Sebelumnya mengambil jalur Poboya (Kota Palu) – Parigimpu (Parigi Moutong) berubah ke arah Mamboro (Kota Palu) – Parigimpu.
Dia mengatakan rencana pembukaan jalur tersebut tetap mempertimbangkan jarak ke kawasan pelabuhan dan pergudangan di Pantoloan serta jarak tempuh ke Kota Palu. Syaifullah mengatakan dari rencana tersebut terdapat selisih jarak tempuh dibanding jalur ’kebun kopi’ yang saat ini digunakan. Jalur Mamboro ke ibu kota Parigi Moutong hanya 64,5 kilometer. Sementara jalur yang ada saat ini mencapai 84 kilometer ke ibu kota Kabupaten Parigi Moutong.
Namun kata dia, jika diukur jarak ke kawasan pelabuhan dan pergudangan Pantoloan hanya selisih 1,5 milometer. Syafullah mengatakan esensi pembukaan jalan baru tersebut untuk melancarkan hubungan ekonomi di Sulawesi Tengah karena potensi akses pasar berada di Selat Makassar.
“Kalau jalan ini terbuka maka ini juga menguntungkan Maluku dan Maluku Utara ke Selat Makassar,” katanya. Dia mengatakan jika sebelumnya rencana pembukaan jalan baru tersebut hanya untuk kepentingan lokal Sulawesi Tengah, maka dengan program MP3EI tujuannya berubah menjadi kepentingan nasional. “Target kita 2014 mulai dibangun,” katanya.
Syaifullah mengatakan, meskipun sudah ada persetujuan penggunaan kawasan hutan lindung dari Kementerian Kehutanan akan tetapi belum ada keputusan final apakah pemerintah pusat menyetujui pembangunan jalan baru Palu-Parigi Moutong atau hanya peningkatan kualitas jalur yang sudah ada saat ini. (AW)
Kepala Dinas Bina Marga Sulawesi Tengah, Syaifullah Djafar, di Palu, Kamis (11/4), mengatakan berdasarkan rencana awal pembangunan jalan tersebut 2006-2008 melintasi taman hutan rakyat (Tahura), hutan lindung dan areal penggunaan lain (APL). Namun setelah diubah sesuai Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) rencana pembangunan jalan tersebut tidak lagi melintas di Tahura.
“Perubahan dilakukan untuk menghindari Tahura tetapi hutan lindung tidak bisa dihindari. Tapi sudah ada persetujuan pinjam pakai kawasan termasuk hutan produksi terbatas,” kata Syaifullah pada acara public expose menuju setengah abad Sulawesi Tengah.
Dia mengatakan rencana pembangunan jalan Palu – Parigi Moutong tersebut awalnya muncul karena adanya
dukungan Inpres Nomor 7/2008 tentang percepatan pembangunan Sulawesi Tengah. Tetapi inpres tersebut tidak memberikan perubahan sehingga hingga kini pembangunan jalan itu tidak terealisasi. “Waktu itu direncanakan butuh anggaran sekitar Rp 800 miliar,” katanya.
Jalan Palu – Parigi Moutong melalui ’kebun kopi’ yang digunakan saat ini merupakan jalur lalu lintas perekonomian yang menghubungkan Sulawesi Tengah bagian barat dengan Sulawesi Tengah bagian timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Sulawesi Utara. Sulawesi Tengah bagian barat memiliki keunggulan akses perdagangan antarpulau karena berhadapan dengan Selat Makassar.
Syaifullah mengatakan, selain dorongan Inpres Nomor 7/2008, rencana pembukaan jalan baru itu juga didorong oleh kondisi keamanan di Sulawesi Tengah khususnya Poso yang belum kondusif ketika itu. Jalan baru Palu-Parigi dianggap bisa mengatasi kelancaran mobilisasi keamanan dari Palu ke Poso karena jarak tempuh yang lebih pendek.
Syaifullah mengatakan setelah muncul program MP3EI untuk kepentingan yang lebih besar maka rencana jalur jalan pun ikut berubah. Sebelumnya mengambil jalur Poboya (Kota Palu) – Parigimpu (Parigi Moutong) berubah ke arah Mamboro (Kota Palu) – Parigimpu.
Dia mengatakan rencana pembukaan jalur tersebut tetap mempertimbangkan jarak ke kawasan pelabuhan dan pergudangan di Pantoloan serta jarak tempuh ke Kota Palu. Syaifullah mengatakan dari rencana tersebut terdapat selisih jarak tempuh dibanding jalur ’kebun kopi’ yang saat ini digunakan. Jalur Mamboro ke ibu kota Parigi Moutong hanya 64,5 kilometer. Sementara jalur yang ada saat ini mencapai 84 kilometer ke ibu kota Kabupaten Parigi Moutong.
Namun kata dia, jika diukur jarak ke kawasan pelabuhan dan pergudangan Pantoloan hanya selisih 1,5 milometer. Syafullah mengatakan esensi pembukaan jalan baru tersebut untuk melancarkan hubungan ekonomi di Sulawesi Tengah karena potensi akses pasar berada di Selat Makassar.
“Kalau jalan ini terbuka maka ini juga menguntungkan Maluku dan Maluku Utara ke Selat Makassar,” katanya. Dia mengatakan jika sebelumnya rencana pembukaan jalan baru tersebut hanya untuk kepentingan lokal Sulawesi Tengah, maka dengan program MP3EI tujuannya berubah menjadi kepentingan nasional. “Target kita 2014 mulai dibangun,” katanya.
Syaifullah mengatakan, meskipun sudah ada persetujuan penggunaan kawasan hutan lindung dari Kementerian Kehutanan akan tetapi belum ada keputusan final apakah pemerintah pusat menyetujui pembangunan jalan baru Palu-Parigi Moutong atau hanya peningkatan kualitas jalur yang sudah ada saat ini. (AW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar