#menu { background: #333; float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; width: 100%; } #menu li { float: left; font: 67.5% "Lucida Sans Unicode", "Bitstream Vera Sans", "Trebuchet Unicode MS", "Lucida Grande", Verdana, Helvetica, sans-serif; margin: 0; padding: 0; } #menu a { background: #333 url("http://i47.tinypic.com/n1bj0j.jpg") bottom right no-repeat; color: #ccc; display: block; float: left; margin: 0; padding: 8px 12px; text-decoration: none; } #menu a:hover { background: #2580a2 url("http://i49.tinypic.com/2vjbz4g.jpg") bottom center no-repeat; color: #fff; padding-bottom: 8px;

Minggu, 10 Juni 2012

UU Desa Untuk Lindungi Masyarakat Adat

Awam Green

Desa Merdeka - Mitra DMC dan Lintas Media

Oleh : R. Yando Zakaria & Hedar Laudjeng

‘Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat’ bisa dengan ‘Undang-Undang tentang Desa’: Mari Lupakan Kulit. Bersungguh-sungguhlah dengan Substansi !……

Marzuki Alie, Ketua DPR RI, dalam pidato pembukaan Kongres Masyarakat Adat Nusantara IV di Tobelo, Halmahera Utara, Maluku Utara (19 April 2012), dengan sangat percaya diri menyatakan akan memperjuangkan Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlingungan Masyarakat Adat – selanjutnya disingkat RUU PPMA – yang diusulkan AMAN akan disahkan menjadi undang-undang pada masa siang Tahun 2012 ini. Bagi saya ini jelas hanyalah angin surga. Sebab, saya tahu bahwa RUU itu masih dalam tahap awal legal drafting oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Anehnya, dalam bagian yang lain, Alie meminta anggota Aliasi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) turut mengawal proses penetapan Rancangan Undang-Undang tentang Desa – selanjutnya disingkat RUU Desa — yang sudah masuk tahap rapat dengar pendapat (RDP), dengan target dapat ditetapkan menjadi undang-undang pada masa sidang saat ini, atau selambat-lambatnya pada masa sidang mendatang.

Kedaulatan Desa Perlu Dipulihkan Segera

Awam Green


COMBINE - Bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang” sudah tidak punya taring lagi. Tumpulnya kekuatan pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dimulai dari keluarnya Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Akibatnya, kemandirian dan kedaulatan desa yang jauh sebelum negara kesatuan terbentuk sudah kokoh, perlahan mulai kikis. Penggerusan kedaulatan desa tersebut lantas menjadi pemicu persoalan-persoalan yang kini sulit diurai.  

Sebagai contoh, sampai kini di Indonesia ada sekitar 33.000 desa yang wilayahnya tumpang tindih dengan kawasan hutan. Hak warga desa terhadap hutan tidak diakui, aksesnya dibatasi kalau tidak mau dikatakan hilang sama sekali, sehingga mereka menjelma menjadi salah satu kelompok masyarakat miskin terbesar di Indonesia. Menurut data yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS), di Jawa saja misalnya, yang kawasan hutannya paling kecil ketimbang daerah-daerah lain, ada sekitar 4.984 desa yang bermasalah dengan perbatasan hutan. Dari seluruh desa-desa yang menyatu kawasannya dengan hutan, baru 15% saja batas kawasan hutanya sudah selesai. Selebihnya masih “main” tunjuk.